Plt Bupati Buton Utara Dicopot Tersangka Kasus Pencabulan Anak

Plt Bupati Buton Utara, Ramadio
FT1: Plt Bupati Buton Utara, Ramadio. (ist)

Jakarta, SERU.co.id – Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Buton Utara, Ramadio, diberhentikan sementara oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian. Pemberhentian ini merupakan buntut dari kasus dugaan eksploitasi seksual terhadap anak di bawah umur yang melibatkan Ramadio. Tak hanya dicopot sebagai Plt, Ramadio juga dicopot dari jabatan Wakil Bupati Buton Utara.

Sebagai informasi, Ramadio menjadi Plt Bupati Buton Utara sejak Bupati definitif Abu Hasan menjalani cuti di luar tanggungan negara pada 26 September 2020 – 5 Desember 2020.

“Yang bersangkutan diberhentikan sementara sebagai Wakil Bupati Buton Utara,” jelas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik.

Keputusan Mendagri tersebut berdasarkan pada usulan Gubernur Sulawesi Tenggara, dalam surat Nomor 132.74/8430 tertanggal 30 September 2020.

Kasus Ramadio ini telah berlangsung sejak tahun lalu. Korban berusia 14 tahun melaporkan perbuatan Ramadio kepada Kepolisian Sektor Bonegunu pada 26 September 2019 dan tercatat dalam laporan LP/18/IX/2019/Sultra/Res Muna/SPkt Sek Bonegunu.

Ramadio diberhentikan berdasarkan ketentuan Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang 23 Tahun 2016 tentang Pemerintahan Daerah. Ia terancam hukuman paling singkat 5 tahun penjara.

Akmal Malik menjelaskan, Ramadio didakwa primair, subsidair, dan lebih subsidair Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukumannya adalah penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak 5.000.000.000 (lima milyar), berdasarkan surat Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara tertangal 30 September 2020.

“Keputusan pemberhentian ini untuk memberikan kepastian hukum dan menjamin kelancaran penyelenggaraan pemerintahan daerah di Kabupaten Buton Utara,” seru Akmal.

Sebelumnya, Ramadio telah ditetapkan sebagai tersangka, namun dirinya tidak ditahan. Alasannya, belum ada persetujuan tertulis dari Presiden melalui Kemendagri untuk melakukan penyidikan dan penahanan.

“Dengan alasan belum adanya persetujuan tertulis dari presiden melalui Kemendagri dalam rangka penyidikan dan penahanan, mengingat yang bersangkutan adalah wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,” jelas Komisioner Subkomisi Pemantauan Komnas Perempuan, Siti Aminah.  (hma/rhd)

disclaimer

Pos terkait