Malang, SERU.co.id – Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) melalui Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) kembali mengukuhkan tiga guru besar baru di Basement Dome UMM, Sabtu (22/11/2025). Penelitian dan kepakaran bidang yang dimiliki juga menarik, ada yang fokus pada ilmu pembelajaran bioetika, mikrobiologi lingkungan, hingga pengembangan kurikulum.
Adapun ketiga guru besar baru FKIP UMM tersebut, di antaranya:
- Prof Dr Atok Miftachul Hudha MPd, sebagai Guru Besar bidang Ilmu Pembelajaran Bioetika.
- Prof Dr Lud Waluyo MKes, sebagai Guru Besar bidang Ilmu Mikrobiologi Lingkungan.
- Prof Dr Moh Mahfud Effendi MM, sebagai Guru Besar bidang Ilmu Pengembangan Kurikulum.
Rektor UMM, Prof Dr Nazaruddin Malik MSi mengatakan, sebagian besar guru besar UMM di bidang Saintek, sementara sisanya di bidang Humaniora. Dengan bertambahnya guru besar, harapannya UMM menjadi kampus berdampak kepada masyarakat luas dan kampus putih sendiri.
“Sangat diperlukan kerja kolaboratif antar disiplin ilmu dan bidang profesi berdampak pada peningkatan kualitas hidup manusia dan kemajuan masyarakat Indonesia. Salah satu hal terpenting, mampu menarik minat dan motivasi serta motif masyarakat untuk melanjutkan studi di UMM. Serta menarik minat stakeholder, dunia usaha dan dunia industri, untuk bekerja sama dengan UMM agar berdampak seluas-luasnya,” seru Prof Nazar, sapaan akrabnya, dalam pidato sambutannya, Sabtu (22/11/2025).
Upaya pengembangan dosen dan tendik, serta infrastruktur pendidikan dan daya dukung manajemen perguruan tinggi yang unggul. Diharapkan mampu memberikan dampak terhadap UMM pada segala aspek.
“Mengejar peringkat boleh, namun tetap menjaga dan memperbaiki mutu serta proses. Sehingga UMM memberikan dampak kepada masyarakat luas,” tandasnya.
Dengan tiga guru besar baru ini, maka Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) sebagai Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah (PTMA) dengan guru besar terbanyak. Serta Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP dengan guru besar terbanyak kedua, setelah Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar.
Prof Dr Atok Miftachul Hudha MPd
Prof Dr Atok Miftachul Hudha MPd, dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang Ilmu Pembelajaran Bioetika, sekaligus gubes ke-69 di UMM. Prof Atok mengangkat pidato pengukuhan berjudul “Integrasi Model Pembelajaran OIDDE dalam Pendidikan Bioetika di Abad Global: Membangun Pengetahuan, Keputusan Etis dan Sikap Etis Peserta Didik.”
Prof Atok menilai, pendidikan sains di Indonesia masih lemah, karena peserta didik tidak dibiasakan menimbang aspek moral dari setiap praktik laboratorium yang dilakukan. Perkembangan bioteknologi yang cepat menghadirkan dilema etis baru tidak tertampung dalam kurikulum konvensional, sehingga pendidikan bioetika menjadi kebutuhan mendesak. Agar keputusan ilmiah tidak hanya benar secara teknis, tetapi juga bertanggung jawab terhadap makhluk hidup dan lingkungan.
“Pembelajaran biologi tidak boleh berhenti pada hafalan konsep, melainkan harus menumbuhkan kesadaran tentang konsekuensi moral dari setiap tindakan ilmiah,” seru Prof Atok, sapaan akrabnya pria kelahiran Kepanjen, 15 September 1964.
Prof Atok menjelaskan, lemahnya literasi etis membuat mahasiswa mengerjakan eksperimen secara mekanis tanpa memahami implikasi moralnya. Kondisi ini berpotensi melahirkan praktik berisiko serta mengabaikan keselamatan dan kesejahteraan organisme.
Untuk menjawab persoalan ini, Prof Atok mengembangkan model pembelajaran OIDDE (Orientation, Identify, Discussion, Decision, Engage in Behaviour). Hasil penelitiannya menunjukkan, model OIDDE secara konsisten meningkatkan kemampuan penalaran etis, memperkuat pertimbangan moral ketika menghadapi dilema eksperimen. Serta memperbaiki perilaku laboratorium mahasiswa.
“Model ini menjadi landasan penting bagi masa depan pendidikan sains, karena membentuk ilmuwan yang tidak hanya menguasai pengetahuan. Tetapi juga mampu mengambil keputusan ilmiah yang bijak dan etis,” tandas pria dengan 11 bersaudara ini.
Prof Dr Lud Waluyo MKes
Prof Dr Lud Waluyo MKes, dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang Ilmu Mikrobiologi Lingkungan, sekaligus gubes ke-73 di UMM. Prof Lud mengangkat pidato pengukuhan berjudul “Biofitoremediator: Salah Satu Solusi Penanganan Polusi Limbah Cair.
Prof Lud menjelaskan, persoalan limbah cair semakin kompleks akibat pertumbuhan penduduk dan perubahan pola konsumsi. Selain itu, hadirnya senyawa rekalsitran serta xenobiotik yang sulit diurai mikroorganisme alami.
Prof Lud menegaskan, pendekatan kimia tak lagi memadai, karena berpotensi menciptakan residu baru berbahaya, sehingga solusi berbasis mikrobiologi lingkungan menjadi kebutuhan mendesak. Menurutnya, krisis ekologis modern hanya dapat diatasi melalui teknologi hijau memanfaatkan kemampuan biologis organisme hidup secara lebih aman dan berkelanjutan.
“Penelitian saya sejak 1998 hingga 2025 menunjukkan solusi limbah terbaik berasal dari mikroba indigen yang hidup dalam limbah itu sendiri. Riset panjang ini berhasil mengidentifikasi 108 isolat bakteri heterotrofik yang toleran deterjen dan LAS efektif mematikan patogen. Kemudian saya rumuskan menjadi konsorsium bakteri stabil dengan kemampuan tinggi menurunkan BOD, COD, TSS dan residu deterjen,” terang Prof Lud.
Prof Lud juga mengembangkan konsep biofitoremediator, yakni teknologi hibrid menggabungkan konsorsium bakteri Bacillus spp. dengan tumbuhan air. Seperti Salvinia molesta, Pistia stratiotes, Eichhornia crassipes, dan Hydrilla verticillata.
“Sistem ini terbukti mempercepat penurunan polutan, meningkatkan jangkauan remediasi, serta memperkuat ketahanan mikroba terhadap toksikan. Termasuk logam berat hingga 100 ppm,” imbuh pria kelahiran Kediri, 5 Oktober 1966.
Ia menandaskan, keberhasilan paten biofitoremediator dan penerapannya pada limbah domestik, industri tahu, perhotelan dan tapioka. Menjadi bukti bahwa pendekatan bioremediasi tidak hanya solusi teknis.
“Tetapi juga bentuk tanggung jawab moral manusia untuk menjaga keberlanjutan ekologis,” tandas pria dengan tujuh bersaudara ini.
Prof Dr Moh Mahfud Effendi MM
Prof Dr Moh Mahfud Effendi MM, dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang Ilmu Pengembangan Kurikulum, sekaligus gubes ke-72 di UMM. Prof Mahfud memberikan orasi ilmiah berjudul “Kurikulum Indonesia Satu (KIS)”, dirancang sebagai kurikulum pemersatu tanpa menghilangkan keberagaman.
Ia menilai, pendidikan nasional kerap terjebak pada keseragaman, padahal Indonesia dibangun atas ribuan budaya, bahasa dan tradisi yang harus tetap hidup dalam proses belajar. Karena itu, KIS memberi ruang bagi identitas lokal, menempatkan budaya daerah sebagai akar pembelajaran sekaligus pijakan melangkah ke arah global.
“Kurikulum ini diharapkan tidak hanya mengikuti perubahan zaman, tetapi juga menuntun arah peradaban bangsa menuju tujuan pendidikan humanis dan berkeadaban,” ucap Prof Mahfud, pria kelahiran Probolinggo, 16 Juli 1967
Kurikulum Indonesia Satu harus menuntun, bukan menyeragamkan. Anak-anak Indonesia berhak belajar dari akar budayanya sendiri sambil bersiap menghadapi dunia yang semakin global.
“Pendidikan itu bukan sekadar angka dan ujian, tetapi memanusiakan manusia. Teknologi, termasuk kecerdasan buatan, harus digunakan sebagai alat untuk memerdekakan, bukan menciptakan kesenjangan. Jika kita mengajarkan anak-anak seperti kemarin, kita merampas masa depan mereka,” tegas pria dengan hobi touring motor yang tergabung dalam Muhammadiyah University Riders (MURid).
Lebih jauh, Mahfud menjelaskan, KIS mesti terintegratif, memadukan ilmu pengetahuan dengan nilai, budaya dan kehidupan nyata, sehingga pembelajaran lebih bermakna. Pentingnya kurikulum menghubungkan mata pelajaran dengan kearifan lokal dan realitas sosial, sehingga anak tidak belajar untuk ujian, tetapi memahami dunia dan dirinya.
“Kurikulum berjiwa humanis, inklusif dan berbasis teknologi yang berkeadilan adalah syarat mutlak untuk membentuk generasi Indonesia Emas 2045,” tandasnya. (rhd)








