Lelang Gula Banyak Kejanggalan, APTRI Akan Laporkan PTPN XI ke Mabes Polri

Lumajang, Seru.co.id – Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mensinyalir ada banyak kejanggalan di PTPN XI terkait proses lelang gula serta beberapa hal lain. Untuk itu, APTRI akan melaporkan masalah tersebut ke Diskrimsus Mabes Polri.

Ketua DPC APTRI H Didik Purwanto, Selasa (8/9/2020) siang mengatakan, harga gula cenderung turun mulai musim panen kemarin, 2 kali lelang di PTPN 11 yang pertama laku Rp 10. 710 yang kedua laku Rp 10.350 dan yang ketiga laku Rp 9900 dan ini dipending atau dibatalkan.

Bacaan Lainnya

Kemudian DPN APTRI melalui Ketua Umumnya Sumitro Samadikun melakukan terobosan ke pemerintah melalui Menko Perekonomian, Mendag dan Komisi VI DPR RI agar gula petani tidak jatuh dan petani tidak merugi akhirnya terjadilah MoU dengan importir sehingga terbentuk harga Rp 11.200 jadi Importir mau beli gula petani dengan harga 11.200 kg selama musim giling di tahun 2020.           

“Nah, kemudian DPD APTRI disini yang diketuai Budi Susilo ini melobi PTPN 11 agar ikut penjualan kesepakatan tersebut. Lalu PTPN 11 mempertemukan 2 organisasi yaitu APTRI dan PPTRI untuk berunding dan sepakat untuk ikut penyertaan dalam kesepakatan harga 11.200. sehingga PTPN 11 membuat surat kepada ketua DPN APTRI dengan mencantumkan kuantan gula untuk ikut serta agar dijualkan dengan harga 11.200. Nah Alhamdulillah yang tahap pertama selesai terbayar semua di PG PTPN 11 kemudian tahap ke 2 itu ada beberapa PG yang terbayar kemudian tanpa diduga tidak tahu ada apa tiba-tiba PTPN XI ini tanpa ada koordinasi dengan kita semua dan DPN APTRI tiba-tiba melakukan penjualan gula atau lelang gula dengan harga Rp10.425. Yang terjadi kemarin, nah kami semua kaget, kuantanya besar sekali kurang lebih 42 ribu ton,” ujar H Didik.

Dijelaskan lagi, dengan adanya ini pihaknya dengan petani pemilik gula itu akan melakukan upaya hukum. Adapun alasan, pertama  PTPN XI pernah membuat surat kepada DPN APTRI untuk ikut dalam penjualan gula dan menyertakan kuanta, dan surat itu berlaku sampai sekarang.           

“Harga seharusnya kan Rp 11.200 sedangkan kemarin lakunya cuma 10.425 ada apa ini? Sedangkan petani sudah ada dana talangan, membayar bungapun siap, katakanlah bunga perbulan, gula itu yaitu cuma 80 rupiah kalau sampai 2 bulan 3 bulankan tidak sampai 300 petani. Masih terbentuk harga potong bunga 10.900. lha mengapa ini kok dijual 10.425, ada apa ini?,” ungkapnya.           

Terkait hal tersebut, Pihak APTRI mengaku sudah melakukan klarifikasi ke pihak PG, namun katanya, tidak ada yang menjawab, melalui WA juga sudah dan kata H Didik, juga sudah menyampaikan melalui WA, jika akan melakukan upaya hukum.           

Kejanggalan lain lanjut Didik, adalah mekanisme lelangnya. Biasanya lelang itu PTPN XI itu mengundang beberapa perusahaan untuk melakukan tawar menawar. “Ini tidak, tapi melakukan suatu penunjukan, lah mengapa dalam kuanta yang besar seperti itu kok penunjukan, ada apa ini?, kalau PTPN 11 itu memang betul-betul pro petani seharusnya itu di pecah-pecah jadi beberapa kali lelang, karena apa, dengan kuanta yang kecil, banyak yang kuat, dari pengusaha-pengusaha tersebut,” jelentrehnya.           

Kejanggalan berikutnya terkait pelelang atau penjual gula yang terjadi di PTPN XI patut dipertanyakan, apa benar itu mewakili petani, apa benar mereka itu mempunyai gula di dalam penjualan tersebut. “Takutnya mas, tidak punya gula tapi menjual gula petani, atau punya gula 1 kintal mau jual 1 gudang, lha ini kan bahaya, inikan tidak ada keperpihakan ke petani,” terangnya.           

Terakhir kata dia, masalah legal formal organisasi, Didik mengaku sudah sering protes, karena disitu memakai yang menjual gula bernama APTRI.

“Ini penyimpangan mas, karena kita punya SK Menkumham, yang APTRI itu justru kita, kita tidak diundang kita tidak dilibatkan, padahal kesepakatan awal itu kita dipertemukan dua-duanya antara APTR atau apa dengan APTRI. Nah, selama ini sudah bertahun tahun menggunakan organisasi yang tidak jelas, nah ini takut disalahgunakan, sehingga apa, membingungkan petani. Mulai 2018 organisasi yang bernama APTRI itu kita, tapi penjualan gula dan tetes yang dilakukan di PTPN 11itu atas nama APTRI. Sedangkan pengurus di DPDnya mas Budi Susilo tidak pernah tau,” tegasnya           

Sementara itu, Pengawas DPC APTRI H Andi Rohman  berharap PTPN XI tetap menjalankan lelang sesuai dengan MoU yang sudah ditandatangani oleh importir dan disaksikan oleh Komisi 6 DPR RI yang sudah disepakati dan sebagian sudah terbayar beberapa waktu lalu.           

“Yang sudah disepakati harganya 11.200 namun tidak tahu kenapa PTPN 11 ini tiba-tiba terjadi kesepakatan di direksi dengan pembelian seharga Rp 10.425. Ini yang akan menjadi pertanyakan bagi kami selaku pengurus DPD APTRI di wilayah timur,” kata Andi           

Namun pihaknya, masih akan melakukan koordinasi dengan Direksi yang menaungi PG di wilayah timur. Jika jawabannya tidak sesuai seperti yang diharapkan, maka persoalan tersebut akan dibawa ke ranah hukum           

“Pertama akan kita lakukan koordinasi dulu dengan direksi yang menaungi pg-pg di wilayah timur terutapa PTPN 11. Kalau memang nanti jawabannya tidak sesuai ya kita akan lakukan upaya hukum. Kita akan laporkan ini ke pihak yang berwajib,” pungkas Andi.           

Pihak PG Jatiroto PTPN XI  melalui Ubai Dillah, staff Hukum & Aset ketika di konfirmasi atas masalah ini mengatakan, terkait lelang yang menurut mereka tidak ada pemberitahuan dan harganya tidak sesuai dengan kesepatakan awal, dia menjelaskan, kemungkinan sebagian petani ada yang keluputan diajak koordinasi.           

“Kalau kaitanya dengan petani, maka ranahnya dengan kelompok tani. Yang jelas, lelang di Surabaya itu dijalankan oleh tiga pihak, yakni pertama asosiasi APTR dan APTRI, kedua calon pembeli, dan ketiga pihak PTPN 11. Kaitannnya dengan petani diwakilkan kepada masing-masing asosiasai. Mungkin ada yang keluputan. Missnya mungkin di situ”, ungkapnya.           

Ditanya soal kuota 42 ribu ton yang tidak melalui mekanisme lelang, dia menegaskan, lelang yang dilaksanakan itu tertulis periode 5 sampai dengan periode 9. Pada periode ketiga itu gulanya laku Rp 11.200 ribu. Sementara di periode 4 sampai dengan 9 tidak ada yang menawar dengan harga itu. Karena di pasaran harganya sedang turun. Ditunggu periode 5 sampai 9 tidak ada yang berani menawar.           

“Akhirnya hari ini tidak jadi dilaksanakan. Karena ada keluhan dari sebagian petani ke kita yang tidak setuju dengan harga segitu terlalu murah. Akhirnya perwakilan petani ke PG Jatiroto dan di-cancel,” ungkapnya. Soal ada dokumen yang diduga disalahgunakan, silahkan tanyakan ke masing-masing asosiasi. “Yang tanda tangan Ketua DPD APTRI”, ujarnya            

Disinggung jika persoalan ini ada yang akan melaporkan ke pihak Mabes Polri, dia menyampaikan itu hak mereka. “Cuma tindak lanjut dari pihak kami ditunda dulu. Di cancel dulu.  (adi/ono)

disclaimer

Pos terkait