Malang, SERU.co.id – Puluhan mahasiswa Universitas Kanjuruhan Malang (Unikama) yang mengatasnamakan Aliansi Mahasiswa Menggugat UKT (AMMUK) melakukan aksi damai, di halaman Rektorat Unikama, Kamis (3/9/2020). Mereka menuntut ketidakadilan atas sistem pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dianggap justru merugikan mahasiswa.
AMMUK menyoroti perlakuan UKT pada mahasiswa semester 9 ke atas yang dianggap tak wajar. Pasalnya beban yang ditetapkan oleh pihak kampus dengan memberikan diskon 20 hingga 50 persen, sebagaimana Peraturan Mendikbud Nomor 25 Tahun 2020 yang mengatur tentang Penyesuaian Pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) Mahasiswa di Tengah Pandemi Covid-19, masih dinilai memberatkan.
“Kami mengajukan 3 poin tuntutan, agar kami dan adik-adik kami bisa mendapatkan keadilan. Makanya tak hanya mahasiswa semester 9 ke atas, namun hampir perwakilan semua angkatan ikut aksi ini. Karena ini permasalahan bersama, jangan sampai adik-adik mengalami hal yang sama di semester 9 ke atas,” seru Muh. Adlan Ahmad, Korlap Aksi.
Aliansi Mahasiswa Menggugat UKT (AMMUK) mengajukan 3 poin tuntutan, di antaranya:
1. Hapuskan sistem paket UKT dan kembali ke sistem SKS dalam jangka waktu yang tidak ditentukan.
2. Hapuskan segala pungutan liar (PKL, PLP, KKN, Skripsi) dalam waktu yang tidak ditentukan.
3. Meminta birokrasi kampus untuk tranparansi regulasi.
Terkait sistem paket UKT yang dimaksud, Adlan menguraikan, berdasarkan Permendikbud, mahasiswa yang menempuh skripsi (semester 8 dan ke atas) diberikan diskon 50 persen. Artinya dari Rp 2,5 juta jadi Rp 1,250 juta. Namun belum termasuk her registrasi Rp 300.000, dan biaya ujian skripsi Rp 475.000. Menurut mereka tambahan biaya ini termasuk pungli, jika seharusnya disebut paket.
“Seharusnya SKS itu bebannya Rp 85.000 dikali 6 SKS Skripsi jadi Rp 510.000. Ditambah her regristasi Rp 300.000, jadi total Rp 810.000. Jadi lebih murah. Tapi nanti ada biaya ujian skripsi Rp 475.000,” beber Adlan.
Sementara, lanjutnya, jika mahasiswa semester 9 ke atas tak hanya menempuh skripsi, namun ada tambahan mata kuliah yang ditempuh karena molor atau perbaikan nilai. Maka mahasiswa hanya mendapatkan potongan 20 persen dari Rp 2,5 juta, jadi Rp 2 juta, disamakan dengan mahasiswa semester 7 ke bawah. Juga belum termasuk her regristasi dan biaya lainnya.
“Tentunya sistem paket itu memberatkan kami mahasiswa semester 9 ke atas. Masak 24 SKS disamakan kurang dari 24 SKS. Belum lagi ada biaya KKN, PKL, PLP 1 dan PLP 2, serta Skripsi, yang menurut kami itu pungli diluar paket. Padahal seharusnya paket. Jadi karena sistem sks lebih murah, maka kami meminta untuk kembali ke sistem sks,” tuntut Adlan.
Menanggapi hal ini, Rektor UNIKAMA, Dr Pieter Sahertian, MSi mengatakan, pandemi Covid-19 memberikan dampak luar biasa bagi siapapun. Untuk itu pihaknya memberikan keringanan biaya kuliah dengan memberikan diskon dan penundaan pembayaran, sebelum ada Permendikbud.
“Kalau ada persoalan atau keberatan terkait pandemi, karena orang tuanya kesulitan, ada yang di PHK, usaha tidak jalan, dan lainnya, kami persilakan untuk mengajukan keringanan. Kami akan perhatikan dan permudah pembayarannya,” ungkap Pieter.
Namun, lanjutnya, jika diminta merubah kebijakan atau merubah peraturan, pihaknya tidak bisa memenuhi. Terlebih peraturan tidak bisa diubah dalam waktu 1-2 hari. Maka peraturan yang sudah berjalan tetap dilaksanakan. Sebab semua sudah disampaikan terbuka, dari awal sebelum mereka memilih Unikama.
“UKT diberlakukan sejak tahun 2015 hingga sekarang, bukan sistem SPP yang diakhiri di tahun 2014. Dan kita tidak pernah ada pungli. Bahwa ada biaya KKN, PPL, Skripsi dan lainnya itu tertulis dalam brosur. UKT tidak termasuk komponen itu. Jika dihitung per SKS dan lainnya, bisa lebih dari Rp 3,5 juta. Jadi tuntutan mereka tidak bisa kami penuhi, karena memang tidak ada pungli,” tegasnya.
Senada, Wakil Rektor II Henny Leondro, SPt, MP menyampaikan, paket UKT sudah ditetapkan 8 semester dengan rata-rata Rp 2,5 juta. Harapannya, mahasiswa lulus tepat waktu. Jika dibandingkan tidak paket, dihitung biaya 24 SKS dikali Rp 85.000, ditambah komponen SPP, UTS dan sebagainya, jatuhnya lebih Rp 3,5 juta.
“Karena paketan ya harus selesai 8 semester. Jika lebih, ya konsekuensinya bayar 50 persen untuk yang menempuh skripsi. Jika kesulitan tunai, ada keringanan menunda pembayaran sebelum ujian skripsi. Makanya seringkali disampaikan saat perkuliahan, agar mahasiswa tepat waktu menyelesaikan perkuliahan,” terang Henny, didampingi Wakil Rektor I Unikama, Dr Sudi Dul Aji MSi, dan Umiati Jawas, Ph.D, Wakil Rektor IV.
Disebutkannya, mahasiswa semester 9 yang menempuh skripsi 6 SKS diberi potongan 50 persen sebagaimana Permendikbud Nomor 25 Tahun 2020. Namun jika lebih 6 SKS, Unikama memberikan diskon 20 persen jika dibayar tunai.
“Jika tetap kesulitan, kami memberikan penundaan pembayaran dengan diskon 10 persen. Kami sangat toleran dan paham kondisinya,” tandasnya, didampingi Kepala Humas Unikama, Retno Wulandari, SE, MSA. (rhd)