Mengapa Kejagung Mencegah Nadiem Makarim ke Luar Negeri Selama 6 Bulan?

Mengapa Kejagung Mencegah Nadiem Makarim ke Luar Negeri Selama 6 Bulan?
Nadiem Makarim usai diperiksa selama 12 jam oleh Kejagung. (ist)

Jakarta, SERU.co.id – Kejaksaan Agung resmi mencegah mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, bepergian ke luar negeri. Pencegahan ini berlaku sejak 19 Juni 2025 dan akan berlangsung selama enam bulan ke depan. Pelarangan ini seiring status Nadiem sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek Digitalisasi Pendidikan senilai Rp9,9 triliun.

Hal ini dikonfirmasi oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar. Ia menyebut, pencegahan dilakukan untuk memperlancar proses penyidikan. Kejagung menilai, masih banyak hal yang perlu diselidiki dari Nadiem saat proyek berlangsung pada periode 2019–2022.

Bacaan Lainnya

“Melihat dari beberapa pertanyaan yang disampaikan saat pemeriksaan, masih ada hal-hal yang harus digali lagi. Karena pengadaan ini tidak sederhana, nilai anggarannya signifikan,” tegas Harli.

Ia juga mengungkapkan, sejumlah data dan dokumen yang dibutuhkan belum dilengkapi oleh pihak Nadiem. Hal ini membuka kemungkinan dijadwalkannya pemeriksaan lanjutan.

“Penyidik melihat masih perlu menjadwalkan pemeriksaan lanjutan,” tambahnya.

Namun hingga kini, belum ada jadwal pasti pemeriksaan lanjutan. Penyidik masih mendalami keterangan yang disampaikan Nadiem saat diperiksa selama 12 jam, Senin (23/6/2025).

Menanggapi kabar pencegahan, kuasa hukum Nadiem, Hotman Paris Hutapea menyatakan, kliennya belum menerima informasi resmi dari Kejagung.

“Klien (Nadiem Makarim) belum tahu apa pun. Belum dikomunikasikan. Kami hanya menunggu perkembangan,” imbuhnya.

Setelah diperiksa pada 23 Juni lalu, Nadiem menyatakan, kehadirannya adalah bentuk tanggung jawab sebagai warga negara.

“Saya hadir hari ini di Kejaksaan Agung sebagai warga negara. Saya percaya penegakan hukum adil dan transparan adalah pilar penting bagi demokrasi dan pemerintahan yang bersih,” ujarnya.

baca juga: Kemendikbud Libatkan Produsen Lokal Untuk Laptop Chromebook

Sebagai informasi, kasus yang tengah diselidiki ini berkaitan dengan pengadaan Chromebook untuk mendukung Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). Proyek ini menelan dana jumbo, yaitu Rp3,5 triliun dari anggaran bantuan TIK dan Rp6,3 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Namun, proyek tersebut diduga sarat rekayasa sejak tahap kajian awal.

Menurut Harli, uji coba penggunaan Chromebook tahun 2018–2019 menunjukkan banyak kendala, terutama terkait infrastruktur internet. Tim teknis sempat merekomendasikan laptop berbasis Windows yang dinilai lebih kompatibel, namun rekomendasi itu justru diabaikan. Sebagai gantinya, disusunlah kajian baru yang mendukung penggunaan Chromebook. (aan/mzm)

Pos terkait