Jakarta, SERU.co.id – Indonesia membutuhkan banyak peneliti yang memiliki kemauan dan kemampuan untuk meneliti dan mengembangkan biodiversitas alam sebagai bahan baku produk Obat Modern Asli Indonesia (OMAI). Dimana Indonesia merupakan salah satu pusat dunia untuk agrobiodiversitas dari tanaman pertanian, selain keanekaragaman fauna di Indonesia juga merupakan yang terbesar kedua setelah Brazil.
“Sayangnya, kekayaan alam Indonesia ini tidak diimbangi dengan pemanfaatannya sebagai bahan baku farmasi. Hingga saat ini pemanfaatan bahan baku alam menjadi produk berdaya saing tinggi Fitofarmaka baru berjumlah 10. Padahal penelitian terhadap khasiat bahan alam cukup banyak,” ungkap Dr. Raymond Tjandrawinata, Executive Director Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences.
Disebutkan potensi Indonesia memiliki sekitar 10% dari spesies tumbuhan berbunga yang ada di dunia (sekitar 25.000 tanaman berbunga, 55% endemik). Sayangnya, 90 persen bahan baku obat di Indonesia diimpor, 60 persen dari negara China, sisanya dari negara-negara lain di Eropa dan India.
Rendahnya pemanfaatan bahan baku alam menjadi produk berdaya saing tinggi, selain karena mahalnya biaya penelitian, kurangnya sinergi antarlembaga, juga karena minimnya jumlah peneliti yang memiliki strategi aspek hulu ke hilir, yakni dari tahap riset hingga mampu mengaplikasikan hasil penelitian.
Leader Dharma Dexa, Gloria Haslim mengatakan, melalui Dexa Award Science Scholarship (DASS) 2020, harapannya para peneliti dapat memanfaatkan kesempatan untuk mengembangkan pemanfaatan bahan baku alam menjadi produk obat-obatan bernilai tinggi, OMAI.
“Karena 264 juta penduduk di Indonesia membutuhkan obat-obatan berkualitas, harga terjangkau, dan aman dikonsumsi dalam jangka panjang, yang semua ini menjadi keunggulan OMAI,” tutur Gloria Haslim.
Head of Corporate Communications Dexa Group, Sonny Himawan menambahkan, DASS telah dilaksanakan sejak tahun 2018. Bentuk dukungan Dexa Group terhadap pendidikan tak hanya mencakup pendidikan S2, tetapi juga bagi para lulusan apoteker sejak 11 tahun. Hingga saat ini, DASS telah memberikan lebih dari 3.000 beasiswa mulai tingkat pendidikan dasar, akademis profesi Apoteker, hingga jenjang pendidikan tinggi S2 sejak tahun 2009.
“DASS diharapkan dapat melahirkan saintis-saintis yang berani melakukan terobosan dalam penemuan obat baru berbahan baku alam Indonesia. Karenanya Dexa Group sangat menyambut antusiasme peserta yang ingin menempuh pendidikan S2,” jelas Sonny.
Dalam program beasiswa tersebut, mahasiswa dapat mengajukan proposal penelitian dari beragam latar belakang keilmuan terkait kesehatan. Dimana hasil akhirnya nanti dapat diaplikasikan untuk kesehatan masyarakat. Bagi proposal yang terpilih sebagai pemenang, Dexa Group akan memberikan apresiasi beasiswa atau biaya riset hingga total Rp 1 miliar dan bebas memilih kampus S2 terakreditasi A di seluruh Indonesia.
Pembukaan pendaftaran DASS 2020 bertema “Inovasi untuk Bangsa” telah digelar sejak 20 Februari 2020 hingga batas waktu 20 April 2020, untuk pendaftaran dan pengumpulan proposal. Tepat berbarengan kondisi pandemi global Covid-19, dimana peran saintis terus didorong untuk berkontribusi melalui pengembangan riset dan inovasi.
“Di sinilah saintis sebagai harapan bangsa dapat berkontribusi melalui perkembangan riset dan penelitian yang bermanfaat untuk mencapai kemandirian bangsa, agar kita tidak terus menerus bergantung pada produk impor. Selama masa ini, riset vaksin dan pengobatan Covid-19 yang efektif akan terus kita kembangkan,” ujar Menristek dan Kepala BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) Prof. Bambang Brodjonegoro, dalam Virtual Ceremony Dexa Award Science Scholarship 2020, Rabu (17/6/2020).
Dari program DASS 2020 telah mampu menjaring 1.691 pendaftar yang berasal dari 34 provinsi, 403 kabupaten/kota, dan 378 universitas di seluruh Indonesia. Adapun pemenang Dexa Award Science Scholarship 2020 yang akan mendapatkan beasiswa dengan total hadiah sebesar Rp 1 miliar, telah menyisihkan finalis lainnya adalah:
– Yoga Romdoni, Jurusan Kimia Fakultas MIPA, Universitas Indonesia
– Reno Susanto, Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik, Universitas Riau
– Joshua Eka Harap, Jurusan Kimia Fakultas MIPA, Universitas Lambung Mangkurat.
Sedangkan para finalis yang masuk dalam babak 10 besar, di antaranya: Deviana Putri Pratiwi (Universitas Surabaya), Heryanto Romario Sihite (Universitas Negeri Medan), Ilyas Ayub Ariseno (Universitas Muhammadiyah Surakarta), Jumiati (Stikes Anwar Medika), Mohammad Wildan Abiyyi (Universitas Padjadjaran), Risca Fraditasari (Universitas Brawijaya), dan Wilzah Fithri Az-Zahra (Universitas Sumatera Utara). (*/rhd)