Jakarta, SERU.co.id – Ribuan buruh dari berbagai wilayah akan geruduk Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (1/6/2025). Aksi nasional tersebut menuntut perlindungan pemerintah di tengah lonjakan kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) yang kian mengkhawatirkan. Mereka menilai pemerintah lamban dan tak transparan dalam merespons krisis industri padat karya yang telah berdampak luas terhadap nasib pekerja.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi menyatakan, sedikitnya 8.000 buruh telah terdata akan turun ke jalan. Jumlah ini ditargetkan mencapai 10.000 orang pada hari H. Aksi ini melibatkan 103 bus dari Banten, Jawa Barat dan Jawa Tengah, serta ribuan pengendara motor dari kawasan Jabodetabek.
“Target kami jelas, mendesak negara hadir dan berpihak. PHK sudah masif, tapi perlindungan nihil,” seru Ristadi, dikutip dari CNBC, Sabtu (31/5/2025).
Baca juga: May Day 2025, Prabowo Berikan Dua Hadiah, Gelombang PHK Terjadi di Industri Media
Ristadi membeberkan sejumlah tuntutan utama buruh:
- Pemerintah harus segera mencegah perluasan PHK.
- Revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8/2024 untuk melindungi industri dalam negeri.
- Berantas impor ilegal dan hukum pelakunya.
- Berikan jaminan hak buruh korban PHK dan fasilitasi penyerapan tenaga kerja baru.
- Tingkatkan penegakan hukum dan pengawasan ketenagakerjaan.
Ia juga menilai, data resmi pemerintah soal PHK tidak mencerminkan kondisi sebenarnya di lapangan. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat 26.455 kasus hingga Mei 2025, namun versi KSPN mencatat 61.351 kasus. Data Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bahkan menyentuh 73.992 kasus hanya dalam triwulan pertama 2025.
“Banyak perusahaan tidak melaporkan PHK dengan alasan menjaga kepercayaan perbankan dan buyer. Ini membuat buruh yang dirumahkan kehilangan haknya,” tegas Ristadi.
Ia menambahkan, hanya 5 persen dari total 142 juta buruh di Indonesia yang tergabung dalam serikat pekerja. Akibatnya, pendataan korban PHK sangat lemah dan rawan manipulasi.
“Pemerintah harus bangun sistem data PHK berbasis teknologi. Jika tidak, korban PHK akan kehilangan hak dan menghadapi diskriminasi kerja,” tandasnya.
Baca juga: Dinilai Merugikan Petani Tembakau, Elemen Buruh Minta Cabut PP 28/2024
Pengamat kebijakan publik dari PH&H Public Policy Interest Group, Agus Pambagio menilai, tren PHK akan terus berlanjut.
“Kondisi ekonomi global dan domestik masih lesu. Jangan heran kalau dalam beberapa bulan ke depan akan banyak industri padat karya lain yang melakukan PHK,” pungkasnya. (aan/mzm)