Program Sekolah Barak Militer Sedot Anggaran Rp6 Miliar, Natalius Pigai: Tak Langgar HAM

Program Sekolah Barak Militer Sedot Anggaran Rp6 Miliar, Natalius Pigai: Tak Langgar HAM
Suasana pendidikan karakter ala militer bagi siswa bermasalah. (ist @Kang Dedi Mulyadi Channel)

Bandung, SERU.co.id – Program sekolah barak militer untuk siswa bermasalah yang digagas Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menyedot anggaran hingga Rp6 miliar dari APBD. Meski menuai penolakan keras dari Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (Aliansi PKTA), Menteri HAM Natalius Pigai menyebut program ini tidak melanggar prinsip hak asasi manusia karena tidak mengandung unsur hukuman fisik.

Sekretaris Daerah Pemprov Jabar, Herman Suryatman menegaskan, program ini dirancang secara bertahap. Pemerintah Provinsi Jabar menggelontorkan anggaran Rp6 miliar dari APBD demi pelaksanaan program ini.

Bacaan Lainnya

“Kuantitatifnya akan disesuaikan dengan kebutuhan. Materi yang diajarkan mencakup bela negara, kedisiplinan, anti-narkoba, keagamaan, hingga materi formal kurikulum sekolah selama dua jam per hari,” seru Herman, Senin (5/5/2025).

Baca juga: Dianggap Berhasil, Dedi Mulyadi Siapkan Pelatihan Militer bagi Calon Pekerja dan Warga Dewasa

Namun, program ini kembali menuai kritik dari kelompok pegiat hak anak. Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (Aliansi PKTA) menilai, kebijakan tersebut tidak hanya bertentangan dengan prinsip perlindungan anak. Namun juga berpotensi melanggar hak asasi anak. Pihaknya mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk turun tangan menghentikan program tersebut

“Pendidikan disiplin ala militer bukan untuk anak. Mengirim siswa bermasalah ke barak militer justru bertolak belakang dengan kepentingan anak,” ujar aliansi tersebut.

Meski demikian, pandangan berbeda datang dari Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai. Ia menilai, program ini tidak melanggar standar hak asasi manusia.

Baca juga: 39 Siswa ‘Nakal’ di Purwakarta Jalani Pelatihan Ala TNI, Komnas HAM Pertanyakan Relevansinya

“Selama tidak ada hukuman fisik, ini adalah bentuk pembentukan karakter, bukan kekerasan. Maka tidak menyalahi HAM,” tegasnya.

Pigai menambahkan, hukuman fisik seperti memukul, menampar, atau menggunakan benda keras jelas melanggar HAM. Namun, jika program ini fokus pada nilai, tanggung jawab dan pembinaan mental, maka justru bisa menjadi solusi pembentukan karakter yang positif. (aan/mzm)

Pos terkait