Jakarta, SERU.co.id – Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat terbatas bersama sejumlah Menteri Kabinet Merah Putih membahas rencana pembentukan Koperasi Desa Merah Putih. Program ini diklaim sebagai solusi meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa serta mengatasi berbagai persoalan ekonomi di pedesaan. Namun, sejumlah kepala desa menolak kebijakan ini karena mengorbankan program yang sudah berjalan dan visi-misi desa.
Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi menjelaskan, Koperasi Desa Merah Putih bertujuan untuk memperkuat ekonomi desa.
“Keberadaan Koperasi Desa Merah Putih itu untuk kepentingan masyarakat desa. Dengan koperasi ini, kita ingin memutus mata rantai kemiskinan dan meningkatkan pendapatan warga desa,” seru Budi Arie usai rapat, Jumat (7/3/2025).
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian menekankan, desa memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional. Ia menyoroti, 44 persen penduduk Indonesia masih tinggal di desa, sehingga perlu ada intervensi pemerintah agar desa tidak mengalami kemunduran ekonomi, seperti yang terjadi di negara maju.
“Di Jepang, 84 atau 86 persen penduduk tinggal di kota dan desa ditinggalkan. Padahal, desa bisa menjadi sentra pertumbuhan ekonomi. Sebelum terlambat, kita harus memperkuat desa,” tegas Tito.
Sebagai bentuk dukungan, pemerintah akan menggandeng Bank Himbara untuk memberikan pinjaman sebesar Rp5 miliar per koperasi desa. Dana ini akan digunakan untuk membangun gudang penyimpanan, cold storage, unit simpan pinjam, hingga klinik desa.
“Pak Presiden menegaskan, koperasi ini hadir untuk menyelamatkan masyarakat desa dari jeratan rentenir, tengkulak dan pinjol. Dengan unit simpan pinjam di koperasi, masyarakat bisa mendapatkan akses pendanaan lebih adil dan tidak terjebak dalam lingkaran setan kemiskinan,” tambah Budi Arie.
Pemerintah juga berencana melakukan sosialisasi kepada kepala desa, perangkat desa, serta asosiasi terkait. Agar program ini dapat dipahami dan diimplementasikan dengan baik.
Meski pemerintah optimistis, kebijakan ini justru mendapat penolakan keras dari sejumlah kepala desa di Kabupaten Purworejo. Mereka menilai kebijakan ini bersifat pemaksaan dan mengancam program-program desa yang sudah berjalan.
Kepala Desa Purworejo, Dwinanto menyebut, para kepala desa sedang melobi agar kebijakan ini dibatalkan. Jika tetap dipaksakan, tidak menutup kemungkinan akan ada aksi turun ke jalan sebagai bentuk protes.
“Seolah-olah semua program, semua kegiatan, semua anggaran hanya fokus pada Makan Bergizi Gratis. Lalu bagaimana dengan program desa lainnya? Infrastruktur, pengembangan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) dan program yang sudah berjalan malah berpotensi dikorbankan,” tegasnya.
Lebih jauh, Dwinanto menilai kebijakan ini melanggar otonomi desa. Sebab seharusnya desa memiliki hak untuk menentukan program dan visi-misinya sendiri.
“Ada landasan hukum yang mengatur bahwa desa memiliki kewenangan dalam menentukan programnya sendiri. Jika kebijakan ini dipaksakan, maka desa hanya menjadi objek, bukan subjek dalam pembangunan,” pungkasnya. (aan/mzm)