Bandung, SERU.co.id – Polemik besar melanda dunia pendidikan tinggi di Indonesia setelah Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikom) Bandung resmi membatalkan 233 ijazah lulusan periode 2018-2023. Pembatalan ini berdampak besar pada para alumni, terutama yang telah melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi atau bekerja dengan menggunakan ijazah tersebut. Keputusan tersebut pun memicu keresahan di kalangan akademisi dan mahasiswa yang kini mempertanyakan kredibilitas lembaga pendidikan tinggi.
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) RI akhirnya buka suara terkait keputusan ini. Sekretaris Jenderal Kemdiktisaintek, Togar M Simatupang menyatakan, pembatalan tersebut merupakan konsekuensi dari sanksi administratif yang telah dijatuhkan sejak April 2024.
“Sudah dilakukan investigasi berbasis bukti dan rekomendasi pembenahan. Termasuk agar pihak universitas melakukan mitigasi risiko terhadap langkah-langkah perbaikan. Tentunya tetap melakukan pengawasan,” seru Togar, Jumat (17/1/2025).
Togar menyebut, ada prosedur mitigasi yang bisa ditempuh, termasuk remedial atau langkah-langkah perbaikan akademik. Namun, pertanyaannya, apakah mahasiswa yang telah lulus dan bekerja bersedia atau mampu mengulang kembali kuliahnya?
“Sebenarnya, kampus seharusnya sudah memiliki prosedur standar terkait remedial, pencatatan mahasiswa, hingga pemenuhan standar akademik. Hal ini perlu dievaluasi secara mendalam,” tambahnya.
Sementara itu, Pj Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, turut menyoroti polemik ini. Ia meminta Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat untuk segera berkomunikasi dengan pihak kampus agar tidak ada pihak yang dirugikan.
“Kami akan meminta Disdik Jabar untuk mencari solusi bersama kampus. Jangan sampai mahasiswa juga dirugikan,” kata Bey, Kamis (16/1/2025).
Lebih jauh, Bey juga mengingatkan, lembaga pengawas dan pembinaan perguruan tinggi swasta (PTS) lebih ketat dalam mengawasi kualitas akademik di Jawa Barat. Ia menekankan, pentingnya transparansi dalam proses perkuliahan dan evaluasi akademik.
“Mahasiswa juga harus instrospeksi. Kalau cuma kuliah dua kali dalam satu semester tapi tetap dapat nilai bagus, kan aneh. Kejadian seperti ini perlu menjadi refleksi bersama,” ujarnya. (aan/mzm)