IWAS Tersangka Pelecehan Seksual di Mataram, Menangis dan Ancam Bunuh Diri Saat Ditahan

IWAS Tersangka Pelecehan Seksual di Mataram, Menangis dan Ancam Bunuh Diri Saat Ditahan
IWAS menangis di pelukan ibunya saat akan djbawa ke Lapas Kelas IIA Kuripan. (foto: ist)

Mataram, SERU.co.id – IWAS, tersangka kasus pelecehan seksual terhadap sejumlah mahasiswi di Mataram, NTB, menangis histeris dan mengancam bunuh diri saat akan dibawa ke Lapas Kelas IIA Kuripan, Lombok Barat, Kamis (9/1/2025).

Pria tunadaksa berusia 22 tahun itu memohon agar tidak ditahan di sel karena khawatir tak mampu bertahan hidup tanpa bantuan. Namun, Kepala Kejari Mataram menegaskan penahanan IWAS telah memenuhi syarat objektif dan subjektif.

Bacaan Lainnya

IWAS mengaku, tidak sanggup menjalani kehidupan di dalam tahanan karena kondisi fisiknya yang tunadaksa.

“Saya mohon, Pak, biar saya di rumah. Karena saya tidak biasa, ini saja terus terang saya tahan kencing, Pak,” seru IWAS sambil meringis di hadapan Kepala Kejari Mataram, Ivan Jaka.

Ibunda IWAS, Ni Gusti Ayu Ari Padni mengaku, khawatir dengan kondisi IWAS di tahanan. Menurutnya, IWAS sepenuhnya bergantung pada dirinya untuk melakukan aktivitas sehari-hari, seperti makan dan membersihkan diri.

“IWAS tidak bisa sendiri. Mau cebok saja dia tidak bisa. Kalau dia normal, saya lepas,” ujar Padni dengan wajah khawatir.

Perwakilan kuasa hukum IWAS, Kurniadi meminta, Kejaksaan Tinggi NTB agar kliennya dijadikan tahanan rumah, mengingat kondisinya sebagai penyandang disabilitas. Kurniadi menilai, IWAS seharusnya dilibatkan untuk melihat ruang tahanan yang akan ditempatinya sebelum resmi ditahan.

“Pelaku ini penyandang disabilitas. Harus ada perhatian khusus. Jangan langsung ditahan tanpa mempertimbangkan kondisinya,” tegas Kurniadi.

Dikatakan Kurniadi, IWAS bahkan mengancam bunuh diri karena belum bisa menerima kenyataan harus berpisah dengan ibunya.

“Dia teriak-teriak dan histeris, karena sejak lahir sampai sekarang hidupnya bergantung pada ibunya,” imbuhnya.

Kepala Kejari Mataram, Ivan Jaka menegaskan, penahanan IWAS telah memenuhi syarat objektif dan subjektif. Secara objektif, tindak pidana yang dilakukan IWAS memiliki ancaman hukuman di atas lima tahun penjara. Sementara secara subjektif, penahanan diperlukan untuk mencegah IWAS mengulangi perbuatannya.

“Mengingat korban dalam kasus ini lebih dari satu orang. Penahanan dilakukan sesuai aturan, dan kami sudah berkoordinasi dengan Komisi Disabilitas Daerah (KDD) NTB dan pihak Lapas Kelas IIA Kuripan untuk memastikan fasilitas yang layak bagi IWAS,” jelas Ivan.

Ivan menambahkan, pihaknya telah memastikan fasilitas di Lapas Kelas IIA Kuripan akan disesuaikan dengan kebutuhan IWAS sebagai penyandang disabilitas. Koordinasi dengan KDD NTB dilakukan untuk memastikan hak-hak IWAS tetap terpenuhi selama proses hukum berjalan. (aan/mzm)

disclaimer

Pos terkait