Malang, SERU.co.id – Kota Malang semakin serius dalam mengatasi permasalahan sampah dengan memanfaatkan teknologi mutakhir Refuse-Derived Fuel (RDF). Teknologi ini tak hanya menjawab tantangan lingkungan, tetapi juga membuka peluang ekonomi signifikan. Dengan dukungan hibah dari World Bank sebesar Rp180 miliar secara bertahap selama lima tahun, proyek ini diharapkan menjadi solusi berkelanjutan bagi pengelolaan sampah sekaligus mendongkrak PAD Kota Malang.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Malang, Noer Rahman Wijaya menjelaskan, RDF adalah teknologi pengolahan sampah anorganik melalui proses homogenizers menjadi ukuran yang lebih kecil atau dibentuk menjadi pelet. Bahan bakar ini dapat digunakan sebagai alternatif untuk menghasilkan energi, seperti listrik atau panas. RDF di Kota Malang direncanakan akan dihasilkan dari sampah yang sulit terurai kemudian digunakan sebagai pengganti batubara.
“Seperti yang sudah digunakan oleh industri besar Semen Gresik dan BPJP Baiton Banyuwangi. Potensi ekonomi dari teknologi ini menjanjikan bahkan sebelum RDF diproduksi secara massal. Di tahun pertama saja, produk RDF diperkirakan sudah memiliki nilai ekonomi yang dapat langsung dijual, berpotensi mendongkrak PAD Kota Malang,” seru Rahman, Selasa (27/8/2024).
Lebih lanjut, Rahman menyampaikan, potensi ekonomi dari RDF ini bisa mencapai puluhan miliar rupiah. Dengan biaya operasional tahunan yang diperkirakan sebesar Rp7,5 miliar juga dapat terakomodir. Ia juga mengaku, telah melakukan pendekatan awal dengan para opteker (pembeli RDF).
“Sejak awal, kami telah melakukan uji karakteristik sampah. Hasilnya menunjukkan RDF yang dihasilkan memiliki kualitas yang memenuhi standar. Ini menjadi daya tarik utama bagi para opteker,” tambahnya.
Dalam rangka menyambut program LSDP dengan kapasitas pengolahan sampah sebesar 120 ton per hari, Pj Wali Kota Malang, Iwan Kurniawan ST MM melakukan kunjungan lapangan dan rapat koordinasi pendalaman di TPA Supit Urang. Langkah ini tidak hanya fokus pada pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), Namun juga mencakup penanganan TPS di berbagai titik di Kota Malang.
“Lima TPS di Sulfat, Muharto, Merjosari, Pandanwangi dan Kedungkandangakan menjadi proyek percontohan dalam intervensi pengelolaan sampah dari hulu ke hilir,” ujar orang nomor satu di jajaran Pemkot Malang tersebut.
Dengan adanya TPST yang modern dan terintegrasi, serta dukungan penuh dari World Bank, Kota Malang tidak hanya berupaya mengatasi masalah sampah. Namun juga berkomitmen untuk mewujudkan kota yang lebih bersih, ramah lingkungan dan sejahtera. Program ini diharapkan berjalan efektif mulai tahun 2025 dan menjadi contoh bagi kota-kota lain dalam mengelola sampah secara berkelanjutan. (afi/ono)