• Kampus berikan potongan 10-30 persen, bagi mahasiswa yang memenuhi syarat tidak mampu
Malang, SERU.co.id – Puluhan mahasiswa mengenakan almamater kuning yang tergabung dalam Aliansi Persatuan Mahasiswa Wisnuwardhana, melakukan aksi damai menuntut pemotongan SPP 50 persen akibat pandemi Covid-19, di halaman Universitas Wisnuwardhana (Unidha) Malang, Kamis (2/7/2020).
“Karena di masa pandemi, keluarga kami mengalami krisis. Dengan penggunaaan metode pembelajaran daring, kami meminta pemotongan SPP 50 persen dari pihak kampus,” seru Ronald, Humas Aksi.
Disebutkan Ronald, sebelumnya mereka melakukan aksi pertama pada 29 Juni 2020 lalu. Karena belum diberikan jawaban valid, mereka kemudian turun kembali untuk meminta kepastian. Tak berselang, tiba-tiba muncul poster besar yang berisikan kesediaan kampus memberikan pemotongan 30 persen dengan banyak persyaratan.
“Karena harus meminta surat keterangan dari kampung halaman, seperti SKTM, pekerjaan orang tua, rekening listrik, dan lainnya. Kami belum mampu untuk memenuhi persyaratan tersebut, jika harus pulang dulu. Apalagi rata-rata orang tua mahasiswa itu pekerja informal,” timpal Ronald.
Untuk itu, Aliansi Persatuan Mahasiswa Wisnuwardhana Malang menyatakan sikap agar kampus:
– Meringankan biaya SPP di masa pandemi berupa pemotongan 50%. Kampus harus transparan dalam dokumen keuangan
– BEM harus jelas keberpihakannya, soal SPP di masa pandemi Covid-19
– Buka seluas-luasnya ruang demokrasi kampus
– Mendukung penolakan UKT untuk kampus negeri
– Hapus uang registrsasi bimbingan skripsi
– Mengecam interfensi anggota kepolisian/TNI yang berkeliaran di rana kampus
Sementara itu, Rektor Unidha Malang, Prof Dr Suko Wiyono SH MHum menyampaikan, pemotongan UKT ini sudah berjalan dan sudah diumumkan sejak awal semester. “Mungkin mereka tidak tahu saja. Sudah sejak awal sebelum semester kami umumkan, agar yang keberatan mengajukan. Dia mungkin tidak membaca. Terus kami buat lagi khusus untuk itu,” serunya.
Suko menegaskan, yang mengajukan keberatan diperuntukkan khusus mahasiswa yang tidak mampu karena terdampak covid-19. Pemotongan akan diberikan, apabila mahasiswa memenuhi persyaratan. Yakni dengan melampirkan SKTM dari desa asal mahasiswa, struk rekening listrik, data orang tua, dan lainnya.
“Memang banyak yang orang tuanya kena PHK, jualan nggak laku. Semua merasakan itu. Tanpa diminta, kita bantu. Bukan hanya yang meminta keringanan, banyak juga mahasiswa yang meminta dispensasi. Artinya, menunda pembayaran hingga dia mampu. Yang mampu jangan ikut-ikutan minta,” tegas Ketua APTISI Wilayah VII Jawa Timur ini.
Selain bantuan dari kampus, Suko juga mengajukan bantuan ke Pemerintah Kota Malang (Pemkot) dan ke L2DIKTI. “Walikota membuka pengajuan lewat Pemkot Malang. Kami ajukan seribu lebih. Terus saya ajukan lagi lewat L2DIKTI. Tapi tidak bisa kita mengajukan langsung keluar. Kan Pemkot masih mengajukan ke provinsi, ke Jakarta mungkin. Juga ada yang diajukan ke daerah asalnya,” bebernya.
Tanpa demo pun, lanjut Suko, semua perguruan tinggi memproses bantuan untuk mahasiswa. “Saya setuju bantu itu. Makanya saya minta itu ke mana-mana. Cuma belum ada yang terealisasi dan pemerintah memang menjanjikan,” tandasnya.
Senada, Wakil Rektor II Unidha, Dr Suharto, MM, MPd mengatakan, persyaratan tersebut merupakan prosedur agar tepat sasaran. Karena dana bantuan sifatnya terbatas, sehingga harus ada seleksi. “Namanya bantuan itu dimana-mana pasti memerlukan persyaratan, kecuali bantuan yang sifatnya keseluruhan. Tapi inikan terbatas hanya untuk yang kekurangan. Contohnya bansos, kan persyaratannya jelas. Ya kami menerapkan seperti itu,” tandas Suharto. (rhd)