Yang ketiga, Haedar mengatakan, sudah 5 kali Pemilu di era reformasi dan ini yang ke-6. Mestinya, kita harus belajar, bagaimana berjalan itu semakin lama semakin baik, sehingga kesandungnya juga semakin sedikit.
Haedar berharap, jangan lagi ada penyimpangan, kecurangan, proses politik yang menjadikan pencederaan. Semua pihak diminta menahan diri, baik yang ada di pemerintahan maupun yang ada di komponen bangsa.
“Termasuk, kami himbau dan ajak Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Aparat Pemerintahan. Dalam menjalankan tugas kenegaraannya dengan baik. Hantarkanlah, tanggal 14 Februari itu sebagai kontestasi yang lebih bersih, bermartabat dan menggambarkan kita secara politik,” harap Haedar.
Yang keempat, turut meminta nanti di hari H apapun hasilnya, masyarakat harus belajar dewasa juga untuk bisa menerima (legowo).
“Yang menang jangan jumawa, yang kalah juga jangan kecil hati, semua kontestasi ada yang menang dan kalah. Tapi yang penting semua berjalan dengan konstitusional, manakala ada problem, komplain dan penyimpangan. Setidaknya, kita sudah memiliki koridor hukum dan institusi yang memproses,” pinta Haedar.
Baca juga: Muhammadiyah Lamongan Terus Mampu Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
Haedar juga berharap, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Mahkamah Konstitusi (MK), dapat berdiri tegak diatas dasar konstitusi.
“Jangan lagi ada, istilahnya pengabaian dan tidak menjalankan tugas secara semestinya. Karena, nanti dikhawatirkan muncul ketika puasa,” harap Haedar.
Terakhir, Haedar menekankan, rekonsiliasi politik kebangsaan Indonesia perjalanannya panjang. Ia mengungkapkan, tidak pernah Indonesia mengalami perang saudara. Sejauh ini, hanya perang dengan penjajah saja.
“Jangan sampai kita pecah sebagai bangsa. Okelah, dinamika ada, hak pilih individu dilalui dengan fair dan dinikmati dengan gembira. Kenapa harus tegang-tegang seperti itu,” tandas Haedar. (ws9/rhd)