Pembunuhan dengan Mutilasi, Kenapa Sesadis Itu?

Ilustrasi pembunuhan dengan mutilasi. (ist) - Pembunuhan dengan Mutilasi, Kenapa Sesadis Itu?
Ilustrasi pembunuhan dengan mutilasi. (ist)

Malang, SERU.co.id – Belum genap sebulan jelang akhir tahun 2023 hingga awal tahun 2024, publik Kota Malang digemparkan peristiwa pembunuhan dengan mutilasi. Pertama, pembunuhan dengan mutilasi yang dilakukan suami terhadap istri warga Jalan Serayu Kota Malang, Minggu (31/12/2023). Kedua, terapis membunuh kliennya di Sawojajar, Sabtu (14/10/2023), namun baru terbongkar Jumat (5/1/2024).

Membunuh merupakan perbuatan kejam menghilangkan nyawa seseorang. Sementara memutilasi, memotong bagian tubuh menjadi beberapa bagian. Betapa sadisnya ketika seorang pelaku membunuh dengan mutilasi, benar-benar perbuatan paling kejam dan biadab, apapun alasannya.

Bacaan Lainnya

Pakar Psikologi, Adhyatman Prabowo SPsi MPsi menjelaskan, pada dasarnya, secara umum ada 2 motif atau perilaku individu ketika mengalami kejadian yang mendadak. Serta alasan seseorang bisa melakukan pembunuhan hingga memutilasi korbannya.

“Pertama, pelaku ingin menghilangkan barang bukti atau tidak ingin memperlihatkan dia telah membunuh dengan melakukan pemotongan tersebut. Bisa dibilang hal itu murni sikap untuk membela diri, karena bisa jadi awalnya pelaku tidak berniat membunuh, namun korban sudah terlanjur kehilangan nyawa. Kedua, faktor psikologi seperti traumatis, seksual, dan permasalahan yang belum selesai,” seru Adi, sapaan dosen Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini.

Baca juga: Pembunuhan Sawojajar, Pelaku Mengaku Telah Memutilasi Korbannya

Dalam pandangan psikologi, khususnya permasalahan keluarga, bisa disebabkan oleh banyak hal. Misalnya karena stres dan tekanan hidup yang dialami. Maka dari itu, peran komunikasi sangat penting dalam menjalin hubungan.

“Jika komunikasi antar pasangan terjalin dengan baik, maka saat mengalami permasalahan dalam rumah tangga. Kedua belah pihak bisa mengambil keputusan secara rasional tanpa emosional,” terang Adi.

Adi berpesan, untuk memahami pentingnya menjaga kesehatan mental. Secara sederhana, kesehatan mental diawali bagaimana cara berpikir, mengelola emosi, bersosial, dan berperilaku. Jika ada masalah dengan pasangan ataupun keluarga, sebaiknya segera diselesaikan.

“Masalah yang ditunda tanpa adanya penyelesaian akan menjadi rumit dan akhirnya sulit untuk diatasi. Lebih banyaklah berinteraksi dengan lingkungan sekitar, seperti mengikuti kegiatan positif atau saling sharing kepada orang terdekat yang dipercaya. Tujuannya, sedikit mengalihkan atau mengurangi beban yang sedang dialami dan ini bisa menjauhkan diri dari hal-hal negatif pemicu kejahatan,” tegasnya.

Adhyatman Prabowo SPsi MPsi. (ist) - Pembunuhan dengan Mutilasi, Kenapa Sesadis Itu?
Adhyatman Prabowo SPsi MPsi. (ist)

Disinggung pengaruh media sosial dan media massa atas viralnya kasus pembunuhan dengan mutilasi. Menurutnya, di tengah arus informasi yang begitu cepat, pemberitaan berbagai media online tidak akan menginspirasi seseorang melakukan tindak kejahatan.

Dalam teori sosial learning Albert Bandura, manusia mengambil informasi dan memutuskan tingkah laku yang akan diadopsi berdasarkan lingkungan. Serta tingkah laku orang lain yang ada disekitarnya.

“Tidak berlaku bagi orang dewasa yang sudah dibekali pengetahuan, cara berpikir, dan norma sosial yang secara otomatis akan menyaring berbagai informasi. Sebab orang dewasa sudah dapat memutuskan mana yang baik dan tidak baik untuk dilakukan,” paparnya.

Sehingga pemberitaan media massa, sangat kecil kemungkinannya membuat orang dewasa meniru atau memotivasi bertindak hal serupa. Namun teori sosial learning Albert Bandura, akan berlaku bagi anak-anak yang masih belum bisa menyaring segala informasi yang didapatkan.

“Bagi anak-anak, teori tersebut kemungkinan besar bisa jadi perbuatan yang dapat ditiru baik dari media sosial atau media massa. Anak-anak belum bisa memutuskan mana yang baik dan tidak baik,  untuk dilakukan dengan benar dan bijak,” tandasnya.

Baca juga: Pembunuhan Sawojajar, Pelaku Mengaku Telah Memutilasi Korbannya

Sebagai informasi dalam kacamata hukum, pembunuhan diatur dalam Pasal 338 KUHP, yang berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima lima belas tahun”.

Sementara, pembunuhan dengan mutilasi adalah pembunuhan yang diikuti dengan memotong-motong tubuh korban. Hingga menjadi beberapa bagian yang dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan bukti.

Pasal yang sering dikenakan untuk menindak pelaku tindak pidana pembunuhan secara mutilasi adalah Pasal 340 KUHP. Dengan sanksi maksimal hukuman mati, yang terkadang hanya merupakan alternatif dari hukuman penjara. (rhd)

disclaimer

Pos terkait