Malang, SERU.co.id – Pentingnya keterbukaan informasi publik menjadi sebuah keniscayaan pada semua lini, terlebih lembaga atau institusi. Salah satunya, keterbukaan informasi publik sebagai kunci Pemilu Berintegritas pada penyelenggaraan pemilu yang disampaikan oleh Penyelenggara Pemilu. Di antaranya Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP).
Ketua Komisi Informasi Provinsi Jawa Timur, Edi Purwanto mengatakan, pihaknya berkewajiban mengedukasi keterbukaan informasi dan menangani sengketa informasi. Sebagai produk yang dihasilkan pada Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2019 tentang Standar Layanan dan Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Pemilihan Umum dan Pemilihan.
“Tujuannya, mewujudkan pelayanan dan pengelolaan informasi Pemilu dan Pemilihan secara cepat dan tepat waktu; Mempercepat penyelesaian sengketa informasi Pemilu dan Pemilihan ; dan Mempercepat mekanisme akses dan penyelesaian sengketa informasi Pemilu dan Pemilihan,” seru Edi, sapaan akrabnya.
Baca juga: KPU Kota Batu Siap Berintegritas Ikuti Zona Integritas KPU se-Jatim
Sebagai informasi, Penyelenggara Pemilu, diantaranya Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP). Dalam bahasan kali, dirinya hanya menjelaskan keterbukaan informasi publik di Bawaslu.
Dimana Bawaslu adalah Lembaga Penyelenggara Pemilihan Umum yang mengawasi Penyelenggaraan Pemilihan Umum di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Informasi Pemilu dan Pemilihan yang wajib diumumkan, yaitu Tahapan, Program dan Jadwal; Hasil; Informasi Pemilu dan Pemilihan.
“Klasifikasi informasi ada dua, yakni informasi terbuka dan informasi tertutup. Mekanisme yang diajukan saat pengajuan keberatan juga berlaku berbeda-beda. Pemohon informasi Pemilu dan Pemilihan dapat mengajukan keberatan kepada atasan PPID secara tertulis,” terangnya.
Klasifikasi informasi terbuka dapat tersedia setiap saat, diumumkan berkala, dan diumumkan serta merta. Sementara, informasi tertutup itu bersifat tertutup. Seperti rahasia bisnis, rahasia pribadi dan rahasia negara.
Sementara itu, Akademisi Fakultas Ilmu Komunikasi UMM, Widiya Yutanti MA (Hons) mengatakan, Pemilu Berintegritas mengandung unsur: penyelenggara yang jujur, transparan, akuntabel, cermat dan akurat dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya. Sayangnya, penghalang upaya tersebut didominasi oleh informasi hoaks atau palsu.
“Distribusi hoaks didominasi media sosial, untuk itu media arus utama harus dapat menjadi clearing house. Berdasarkan data Kominfo sepanjang Januari – awal Desember 2023 terdapat 171 hoaks politik,” beber Widiya.
Baca juga: Dandim 0833 Kota Malang Hadiri Deklarasi Pemilu Damai 2023
Merujuk data 2019, di Indonesia selama April 2019, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengidentifikasi 486 hoaks, 209 di antaranya masuk kategori politik. Ironisnya, Kominfo mencatat bahwa jumlah hoaks dan disinformasi terus meningkat menjelang dan seusai pemilu pada 17 April lalu.
“Hoaks tersebut kebanyakan memuat negative champaign dan black champaign, dimana keduanya beda tipis. Meski keduanya sebagian besar informasinya tidak benar melalui platform sebagian besar yakni medsos. Namun, dalam perkembangannya, ada beberapa media mainstream malah mengutip informasi yang salah dari medsos, ini PR bersama,” ungkapnya.
Meskipun tingkat kepercayaan masyarakat
Indonesia pada media menurun, namun ternyata tingkat kepercayaan pada media di Indonesia masih tertinggi di dunia. Ini menunjukkan, masyarakat masih mengharapkan media massa.
“Inilah pentingnya sinergisitas antara media massa dengan penyelenggara Pemilu, yaitu KPU, Bawaslu dan DKPP,” tandasnya.