Cyber Notary Berpeluang Dalam Perkembangan Era Globalisasi

Pelaksanaan Seminar Nasional dengan tema “Pelaksanaan Jabatan Notaris Dalam Perkembangan Era Globalisasi”. (ist) - Cyber Notary Berpeluang Dalam Perkembangan Era Globalisasi
Pelaksanaan Seminar Nasional dengan tema “Pelaksanaan Jabatan Notaris Dalam Perkembangan Era Globalisasi”. (ist)

Malang, SERU.co.id – Magister Kenotariatan Universitas Brawijaya (UB) menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema “Pelaksanaan Jabatan Notaris Dalam Perkembangan Era Globalisasi”. Kegiatan ini diselenggarakan pada Kamis (2/11/2023).

Seminar ini bertujuan untuk membahas tentang pelaksanakan jabatan yang sudah membutuhkan kemajuan teknologi di era globalisasi. Acara ini menghadirkan pemateri yakni Tri Firdaus Akbarsyah, SH, MH, Ibu Siti Anggraeni Hapsasi SH., MH, dan Ibu Dr Hanif Nur Widiyanti, SH, MHum, serta dipandu oleh Ibu Dr Amelia Sri Kusuma Dewi, SH, MKn.

Bacaan Lainnya

Pakar Hukum Dr Hanif Nur Widiyanti, SH, MHum mengatakan, wacana tentang Cyber Notary dalam Perspektif Revolusi Industri 4.0 dan society 5.0 hadir atas aturan dalam Pasal 15 ayat 3 UUJN. Salah satunya adalah kewenangan mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik, membuat akta ikrar wakaf, dan hipotek pesawat terbang.

Baca juga: FKUB Wacanakan ‘Kelurahan Sadar Kerukunan’ di Kota Malang

Atas adanya kebutuhan masyarakat pada hal-hal yang berkaitan dengan dunia digital menghadirkan Pasal 15 ayat 3 UUJN, diartikan sebagai cara kerja/mekanisme notaris dalam menjalankan kewenangnya membuat akta autentik dengan difasilitasi oleh digitalisasi. Indonesia sendiri memiliki serangkaian aturan perundang-undangan baik secara umum sampai pada khusus yang mengatur akta autentik.

”Ada tiga syarat akta dapat autentik yakni pertama akta autentik formalitasnya ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dibuat dalam bentuk. Kedua dibuat dihadapan, hal ini juga menjadi permasalahan ketika cyber notary diterapkan. Namun, dalam Hukum Perusahaan cyber notary dapat menjadi peluang. Ketiga pejabat pembuatnya harus wenang,” seru Hanif.

Dalam hal pelaksanaan cyber notary masih memiliki berbagai hambatan seperti pengaturan terkait syarat akta autentik, ketentuan untuk menghadap, memastikan secara langsung apakah para pihak tidak dalam paksaan atau terhadap ketentuan Pasal 16 ayat 1 huruf m UUJN.

”Kesimpulannya jika kita melihat peraturan yang ada, ketika hendak menjalankan cyber notary haruslah mengkuliti berbagai peraturan. Pada akhirnya pelaksanaan cyber notary dalam revolusi industri memerlukan reformulasi norma secara menyeluruh dari KUHPerdata hingga UUJN dan peraturan perundang-undangan. Sehingga, sekalipun cyber notary telah diatur namun mekanisme pelaksanaannya belum terakomodir,” ujar Hanif.

Menanggapi hal tersebut, Anggraeni Hapsasi SH, MH mengatakan, mahasiswa notaris harus memahami terlebih dahulu kewenangan Notaris yakni berdasarkan Pasal 15. Diketahui bahwa ada empat kewenangan Notaris. Keempat kewenangan tersebut yang akan berdampak pada otentik dan tidaknya akta yang dibuat oleh Notaris.

Baca juga: Tanggulangi Dampak Perubahan Iklim Global, FH UB Gandeng Peneliti Indonesia-Australia

Tri Firdaus Akbarsyah, SH, MH menambahkan, di era ini telah terjadi borderless yakni hilangnya batas-batas. Sebagaimana diketahui bahwa distrupsi digital merupakan salah satu sebab hilangnya batas tersebut. Tak dapat dipungkiri bahwa pergeseran paradigma ”Buku merupakan Jendela Dunia” menjadi ”Gadget merupakan jendela dunia”.

Untuk dapat mengimbangi hal tersebut, harus diimbangi dengan etos kerja. Selain itu, para Notaris harus mampu beradaptasi dan mengikuti perkembangan yang ada, namun tetap harus mengikuti peraturan yang ada. (ws8/rhd)

Pos terkait