Malang, SERU.co.id – Lingkungan pendidikan yang sudah selayaknya menjadi ruang aman bagi siswa, kini justru rawan menjadi tempat rawan perundungan. Kasus bullying di lingkup sekolah tidak jarang terjadi dan menjadi menjadi sorotan publik.
Kecenderungan kasus bullying (perundungan) yang semakin meningkat, akan menjadi ancaman bagi kemunduran pendidikan. Kasus tersebut menjadi sorotan dari akademisi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Bayu Hendro Wicaksono Spd MEd PhD. Menurutnya, fenomena tersebut mengafirmasi bahwa saat ini masih ada kelompok yang kurang memahami komunikasi budaya yang tepat.
“Bullying seringkali hanya terlihat seperti candaan sehari-hari yang diucapkan kepada teman sebaya. Namun sayangnya, tindakan sederhana tersebut dapat menimbulkan dampak serius,” seru Wakil Dekan III FKIP UMM itu.
Baca juga: Seminar Sehari Cegah Bullying di Peringatan HUT ke-78 PGRI dan Hari Guru Nasional 2023
Bayu, sapaannya menyebutkan, korban perundungan bisa mengalami luka psikis atau emosional yang menyakitkan. Dampak ini bisa berlangsung lama karena mempengaruhi ingatan jangka panjang mereka. Upaya pencegahan perundungan bisa dimulai dengan meningkatkan iklim sekolah serta melibatkan guru-guru sebagai contoh komunikasi positif.
“Penegakan aturan juga harus tegas tanpa menambah tekanan siswa,” tuturnya.
Dosen Program Studi Bahasa Inggris itu juga menyebutkan, pihak sekolah harus memperhatikan beberapa aspek sebagai fokus utama dalam upaya mengurangi kasus bullying. Salah satunya adalah pendidikan komunikatif dan kolaboratif yang terintegrasi dengan kurikulum. Hal ini dilakukan untuk mengenalkan pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana berkomunikasi dengan efektif.
“Pemikiran kritis juga menjadi pondasi utama dalam membentuk pola pikir yang sehat,” cetusnya.
Baca juga: Kasus Bullying Pada Anak di Kabupaten Malang Meningkat
Pria berkacamata itu menjelaskan, dalam prakteknya siswa diajarkan untuk tidak mudah menerima informasi begitu saja. Akan tetapi mampu menganalisis informasi dan memahami berbagai perspektif sebelum membuat keputusan. Bayu juga menyoroti pentingnya menerapkan konsep sekolah ramah anak yang sesuai dengan kebijakan pemerintah.
“Sayangnya, masih banyak sekolah yang belum menerapkannya dengan masif,” imbuhnya .
Menurutnya, kurikulum pendidikan kini semakin detail dengan jumlah mata pelajaran yang bertambah. Akibatnya, beban siswa pun semakin besar karena tekanan nilai belajar yang meningkat. Oleh karena itu, menciptakan lingkungan pendidikan yang mendukung adalah kuncinya.
“Bukan hanya dari segi akademik, tetapi juga dari segi kesejahteraan fisik dan mental siswanya. Sekolah dapat menjadi tempat yang aman dan produktif. Kemudian mampu mengarah pada perkembangan yang sehat bagi setiap siswa,” pungkasnya. (dik/mzm)