Malang, SERU.co.id – Universitas Brawijaya (UB) mengukuhkan professor pertama di bidang Ilmu Hubungan Masyarakat pertama dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), yaitu Prof Rachmat Kriyantono SSos MSi PhD. Dan Prof Dr Ir Surjono MTP, profesor bidang Ilmu Perencanaan Kota dari Fakultas Teknik (FT). Keduanya dikukuhkan bersama di Gedung Samantha Krida, Senin (19/6/2023).
Prof Rachmat Kriyantono SSos MSi PhD dikukuhkan sebagai profesor aktif ke-2 di FISIP. Sekaligus profesor aktif ke-166 di UB, serta menjadi profesor ke-312 dari seluruh profesor yang telah dihasilkan oleh UB.
Sementara, Prof Dr Ir Surjono MTP dikukuhkan sebagai profesor aktif ke-16 di FT. Sekaligus profesor aktif ke-167 di UB, serta menjadi profesor ke-313 dari seluruh profesor yang telah dihasilkan oleh UB.
Dalam orasi ilmiahnya, Prof Rachmat Kriyantono memaparkan penelitiannya tentang “Penerapan Model Excellence Plus pada Humas Pemerintah.” Model tersebut bermanfaat mengembangkan praktik humas pemerintah, agar bisa melaksanakan fungsinya. Sebagai penanggung jawab sistem komunikasi lembaga dalam menunjang pelayanan publik di era digital.
“Model Excellence Plus bermakna bahwa Humas dianggap bagian dari kelompok berpengaruh di staf (bukan hanya di level manajerial). Humas dipercaya untuk menyampaikan aspirasi dan keluh kesah para staf di level menegah dan bawah, agar disampaikan kepada pimpinan,” seru Prof Rachmat, sapaan akrabnya.
Prof Rachmat mengatakan, dalam model tersebut mengangkat prinsip akomodatif dan advokasi dari Teori Contingency of Accommodation. Dan prinsip kearifan lokal sebagai cara menjalankan fungsi dan peran humas. Sehingga ada keberimbangan antara akomodasi dan advokasi serta kearifan lokal.
“Agar makin menguatkan humas pemerintah, maka disarankan Model Excellence Plus harus diimbangi dengan persepsi pimpinan yang positif terhadap fungsi dan peran humas,” imbuhnya.
Menurutnya, sinkronisasi antar peraturan humas pemerintah lintas sektor harus dilakukan, sehingga tidak terjadi degradasi pada humas pemerintah itu sendiri. Prof Rahmat berharap, agar profesi humas diperkuat eksistensinya di lembaga pemerintah dengan cara mengadopsi prinsip-prinsip Ilmu Humas secara lebih baik.
“Humas dan publik relation itu fungsinya sama, hanya saja pekerjaannya yang berbeda tergantung pola dan gaya perusahaan atau institusinya. Dari penelitian saya sejak 2015, penerapannya harus mengadopsi dan menyesuaikan budaya setempat, dalam hal ini Indonesia. Sehingga ada akomodatif dan advokatif,” tandasnya.
Sementara itu, Prof Dr Ir Surjono MTP mengusung disertasi berjudul ‘Perencanaan Kota Paripurna (PKP) berbasis Wise City’. Memaparkan perencanaan kota dari yang sifatnya teknokratis menuju kota paripurna yang arif. Yaitu menyeimbangkan antara aspek material dan spiritual.
“Kekuatan dari PKP ini lebih responsif terhadap aspek kebahagiaan yang hakiki, meliputi material dan spiritual. Sehingga model PKP melihat posisi kesejahteraan material dan spiritual sebagai tubuh dan roh kota,” tegas Prof Surjono, sapaan akrabnya.
Sebagai outcome pembangunan kota, harus sesuai dengan kultur bangsa yang berketuhanan, dan membuka ruang kajian yang luas di masa depan. Kelemahannya adalah sulitnya mengukur apalagi menetapkan standar kebahagiaan spiritual komunitas yang majemuk dan komplek.
Dimana PKP mengintegrasikan tiga matra, yaitu lingkungan alam, lingkungan binaan, dan lingkungan manusia. Sedikit berbeda dari model-model perencanaan kota berkelanjutan, yang mengintegrasikan matra sosial, ekonomi, dan lingkungan.
“Ada empat fase menuju kota paripurna, yaitu pengentasan kemiskinan, peningkatan ketahanan, peningkatan kelayakhunian, dan peningkatan kebahagiaan,” terangnya.
Dijabarkannya, dalam implementasi model PKP ini, proses perencanaan kota mengikuti siklus dari empat fase tersebut. Di antaranya kegiatan pengentasan kemiskinan, penguatan/peningkatan ketahanan (resilience) masyarakat dan kota, meningkatkan kelayakhunian (livability) kota, dan meningkatkan aspek psychological-spiritual well-being (kebahagiaan).
“Sebagai suatu organisma, roh dari kota adalah manusia sebagai penduduk kota. Sehingga pembangunan kota bukan hanya untuk mengembangkan modal alam, lingkungan binaan, sosial dan manusia dari perspektif fisik material. Namun juga dari perspektif kebahagiaan dan spiritual well-being,” tandasnya. (rhd)