Malang, SERU.co.id – Siapa sangka, tumbuhan pegagan yang biasanya dijumpai di sawah, memiliki segudang manfaat bagi kesehatan tubuh. Di Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang, jurusan Teknik Kimia, pegagan bisa diolah menjadi cookies yang dapat merevitalisasi pembuluh darah yang bermanfaat untuk anak-anak autis.
Dosen Teknologi Pengelolaan Pangan, Jurusan Teknik Kimia ITN Malang, Siswi Astutik membeberkan, inovasi tersebut baru saja diluncurkan di tahun 2022 ini. Sebelumnya tumbuhan dengan nama latin Centella asiatica itu hanya diekstrak saja kemudian dijadikan kapsul.
“Dulu itu cuma dipakai seperti produk kapsul gitu untuk diminum,” seru Siswi, kepada SERU.co.id.
Menurut percobaan yang pernah dilakukan pada tahun 2016 lalu, kepada anak berkebutuhan khusus (autis), pegagan memiliki manfaat untuk revitalisasi pembuluh darah. Sehingga anak autis tersebut bisa lebih fokus.
“Senyawa yang bisa untuk merevitalisasi pembuluh darah, jadi seperti anak autis itu. Ini uji cobanya ke anak autis saya dulu, anak autis yang sukar untuk dikendalikan, setelah kita kasih pegagan itu. Bisa kita kembalikan, bisa lebih fokus begitu, jadi diajak berbicara itu bisa fokus,” ujar Siswi.
Dari situ, para orang tua anak autis meminta agar bisa dibuatkan, sehingga Siswi, membuat olahan makanan ringan yang diberi ekstrak pegangan. Tak hanya cookies, beberapa olah seperti brownis dan juga mie juga mereka ciptakan.
Karena dikhususkan untuk autisme, tepung yang digunakan juga menggunakan tepung khusus.
“Pegagan ini diserbuķkan, kemudian dicampur dengan tepung mocaf. Tepung mocaf itu fermentasi dari singkong, sehingga kalau sudah dikeringkan itu akan menjadi seperti terigu. Tetapi tidak ada glutennya, jadi anak autis itu tidak boleh gluten,” terangnya.
Sehingga dalam pembuatan makanan tersebut mereka tidak menggunakan gula pasir. Peran gula pasir digantikan oleh gula jagung yang memiliki kandungan gluten rendah.
Tidak hanya untuk mengontrol fokus pada anak autis saja, cemilan ini juga bisa dikonsumsi untuk penderita diabetes, stroke dan lain sebagainya.
Siswi mengaku, awalnya mereka mengalami kesulitan untuk mencari tumbuhan pegagang, namun saat ini sudah ada yang membudidayakan.
“Kesulitan kita mencari bahan baku cukup sulit, tapi sekarang itu sudah ada yang budidaya. Tetapi, dua kilogram pegagan itu hanya bisa menghasilkan ekstratnya itu sebanyak 105 gram. Tapi kita menggunakan itupun juga ada takarana, tidal boleh terlalu banyak,” tutupnya. (ws6/ono)