Malang, SERU.co.id – Dunia medis sedang dihebohkan dengan penyebaran wabah cacar monyet di beberapa negara. Penyebabnya adalah infeksi virus langka dari hewan. Gejalanya hampir mirip dengan penyakit cacar.
Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) bahkan menyatakan mulai tanggal 23 Juli 2022 lalu sebagai global health emergency terhadap wabah bernama lain Monkeypox ini. Dosen FK Universitas Brawijaya Dr. dr. Dhelya Widasmara, SpKK (K) menjelaskan, gejala cacar monyet manusia mirip dengan gejala cacar air pada umumnya. Namun cenderung lebih ringan.
“Yang membedakan adalah, pada cacar monyet didapatkan pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati),” serunya.
Dokter kulit yang berfokus pada infeksi tropik ini menjelaskan, tanda dan gejala yqng muncul pada Monkeypox tergantung pada fase penyakit ini. Fase awal (prodromal), penderita akan mengalami demam yang disertai dengan sakit kepala yang terkadang terasa hebat. Gejala ini diikuti nyeri otot dan sakit punggung.
“Juga terjadi pembengkakan kelenjar getah bening (limfadenopati) yang dirasakan di leher, ketiak, atau di area selangkangan. Badan panas dingin bahkan kelelahan dan lemas,” urainya.
Sedangkan pada fase erupsi terjadi saat 1-3 hari setelah fase prodromal, dimana akan timbul ruam atau lesi pada kulit. Biasanya, ruam atau lesi ini dimulai dari wajah, lalu menyebar ke bagian tubuh lainnya secara bertahap, kemudian ruam atau lesi pada kulit ini akan berkembang mulai dari bintik merah seperti cacar (maculopapular). Lepuh yang berisi cairan bening atau nanah itu selanjutnya akan mengeras atau keropeng hingga akhirnya rontok.
“Gejala cacar monyet akan berlangsung selama 2−4 minggu sampai periode lesi/ruam kulit tersebut menghilang,” imbuhnya.