Malang, SERU.co.id – Cuaca ekstrim, membuat produksi ulat hongkong yang digeluti Eko Darmawan (35), bersama keluarganya warga Dusun Sidorukun, RT 24, RW 04, Clulmprit, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang mengalami penurunan hingga 30 persen.
Peternak ulat Hongkong Eko Darmawan mengatakan, karena cuaca dingin, hasil panen ulat yang dia budidayakan menurun hingga 30 persen. Dikarenakan ulat tidak bisa berubah menjadi larva, sehingga tidak bisa menghasilkan telur-telur lagi yang nantinya menjadi ulat kembali dan banyak yang mati.
“Kesulitan faktor cuaca soal cuaca berubah-berubah. Tidak bisa berkembang biak dengan baik, sehingga menyusut kurang lebih menyusut hingga 30 persen,” seru Eko Darmawan, Minggu (10/07/2022).
- Kebun 123 Turen Jadi Surga Tanaman Hias Sejak 2015 Silam
- Perusahaan PHK 60 Pekerja, Pemkot Malang Siapkan Strategi Entaskan Pengangguran
- Dirut Perumda Tugu Tirta Jadi Narasumber BTAM Water Forum 2025
Lelaki yang kerap disapa Eko, tersebut mengaku dirinya menjalani usaha itu sejak dua tahun silam. Dalam satu bulan dia dapat memanen hingga empat kali, disaat cuaca mendukung hasil yang diperoleh mencapai 150 kilogram per panen. Namun saat musim dingin dirinya hanya memperoleh kurang lebih 100 kilogram.
Untuk saat ini, ulat-ulat itu dijual dengan harga Rp40 ribu, namun harga serangga tersebut berubah-rubah. Paling mahal Rp50 ribu dan pada masa krisis pandemi Covid-19, harga anjlok hingga Rp9-10 ribu saja per kilogram.
Tak hanya cuaca, budidaya ulat ini juga sangat berpengaruh pada pakan yang kini harga mengalami kenaikan. Dalam satu minggu dirinya menghabiskan 9-10 sak, satu sak polar berisi 50 kilogram dengan harga Rp260 ribu.
Beberapa faktor tersebut membuat beberapa peternak rumahan seperti Eko banyak yang gulung tikar.
