Ajak Kaum Milenial Mengapresiasi Seni Budaya, Seniman Harus Bagaimana?

Pimpinan kelas sinau seni Karsa Budaya, Desa Beji, Agus Mardianto, bersama Kepala Disparta Batu. (ws3) - Ajak Kaum Milenial Mengapresiasi Seni Budaya, Seniman Harus Bagaimana?
Pimpinan kelas sinau seni Karsa Budaya, Desa Beji, Agus Mardianto, bersama Kepala Disparta Batu. (ws3)

Batu, SERU.co.id – Tidak dipungkiri, budaya tradisional saat ini semakin jauh dari generasi muda. Generasi milenial justru semakin akrab dengan modernisasi dan teknologi. Ditengah keprihatinan ini, masih ada seniman muda asli Kota Batu yang berusaha mendekatkan kembali seni budaya dengan para kaum milenial.

Pimpinan kelas sinau seni Karsa Budaya, Desa Beji, Kecamatan Junrejo Kota Batu, Agus Mardianto mengatakan, pertunjukan seni budaya saat ini harus diberi nuansa modernisasi, agar kaum milenial masih mau meliriknya. Tidak hanya musik, dekorasi tata panggung, lighting dan kostum penari, juga mesti diberi sentuhan milenial.

Bacaan Lainnya

“Yang penting, tidak meninggalkan akar tradisinya, anak muda pasti lebih tertarik untuk melihat. Mau dibuat seperti apapun, pementasan seni tradisional bagi kawula muda sekarang bikin jenuh,” seru Agus.

Seniman muda yang memiliki pengalaman tampil di beberapa negara inipun, membuat sebuah istilah “Budaya milenial, Milenial berbudaya.” Dengan konsep ini, kaum milenial tidak hanya jadi penonton, tetapi juga tidak malu jadi pegiat seni budaya.

“Yang penting, misalkan garis pakemnya disini, jangan keluar dari itu. Tempe saja dikasih “bobok”, pisang goreng ditambahi mayones, akan jadi lebih mahal. Apalagi kesenian,” ungkap Agus, yang dibesarkan sebagai seniman, dari Padepokan Gunung Wukir, Desa Torongrejo.

Dikaitkan dengan pandemi covid-19, berlatih seni sama dengan olahraga. Gerakan-gerakan tari juga akan menjadikan badan sehat dan imun tubuh bertambah. Karena ada beberapa unsur secara bersamaan digerakkan oleh penari.

“Menari itu adalah berolahraga. Imunnya pasti naik, tidak akan kita lemah. Yang kita latih di sini ada empat asa, yaitu olahraga, beladiri, seni dan mental spiritual,” paparnya

“Apa mental spiritualnya? Nah, pondasinya para penari ini sebelum pentas, mereka akan berdoa terlebih dahulu,  supaya apa yang dipertunjukkan kepada penonton menjadi lancar,” imbuhnya.

Pihaknya juga berterima kasih kepada Dinas Pariwisata (Disparta) Kota Batu, yang menyediakan lapangan Sendratari Arjuna Wiwaha, dan fasilitas gedung lainnya. Menjadi tempat proses berkreasi bagi para pegiat seni yang ingin berkarya. Disparta juga tidak membatasi kreativitas seniman.

“Alhamdulillah, Disparta Batu memberikan banyak fasilitas untuk berkembangnya seni budaya di Kota Batu. Ada Sendratari Arjuna Wiwaha, ada gedung kesenian mBatu Aji. Dengan tempat tersebut, saya dan seniman lain diberikan ruang berkreasi, berinovasi, dan  berkarya dengan nyaman,” ungkapnya.

Agus menambahkan, gedung kesenian Mbatu Aji di Desa Oro-oro Ombo, Kecamatan Batu, memiliki fungsi selayaknya gedung kesenian. Bukan sekedar gedung serbaguna yang biasa dimultifungsikan sebagai gedung resepsi pernikahan.

“Gedung Kesenian Mbatu Aji, fungsinya memang untuk gedung kesenian. Bukan menjadi gedung pernikahan, seperti kebanyakan gedung-gedung kesenian di berbagai daerah,” pungkasnya. (ws3/rhd)


Baca juga:

Pos terkait