Banyuwangi, SERU.co.id – Petani Desa Parangharjo, Kecamatan Songgon, Kabupaten Banyuwangi, harus merogoh kocek dalam – dalam demi mendapat pupuk bersubsidi. Pasalnya, untuk membeli satu sak pupuk urea bersubsidi petani diwajibkan membeli satu sak pupuk organik yang tidak diperlukan. Akibat kebijakan penyalur resmi tersebut petani harus merogoh koceknya dalam-dalam.
Petani desa setempat sangat menyayangkan kebijakan yang diberlakukan oleh para penyalur resmi tersebut. Padahal, Kabupaten Banyuwangi salah satu lumbung padi nasional yang harus disuport oleh semua pihak termasuk para penyalur resmi pupuk bersubsidi itu.
Bahkan permasalahan-permasalhan yang dihadapi oleh petani tidak hanya hama padi saja. Tapi untuk menyuburkan padi masih mendapat hambatan. Agar petani tidak terbebani hendaknya wakil rakyat yang duduk di DPRD Banyuwangi turun kelapangan, untuk mendengarkan keluhan petani, jangan hanya turun ke lapangan waktu ada butuhnya saja.
“Apa hanya di kabupaten Banyuwangi saja yang membuat aturan seperti ini. Kalau petani dibebani seperti ini jelas sangat merugikan. Kecuali pupuk organik itu bisa saya pakai, kalau tidak saya pergunakan dan menumpuk di rumah, kan mubasir,” kata SG warga setempat kepada SERU.co.id, Sabtu (1/1/2022).
Harga pupuk urea bersubsidi sudah sesuai aturan, hanya yang menjadi persoalan petani itu masalah pembelian pupuk organik tersebut. Menurutnya, pembelian pupuk organik itu menjadi beban para petani. Jika keuangan menipis yang seharusnya bisa membeli tiga sak pupuk urea bersubsidi hanya mampu membeli dua pupuk urea saja.
“Jujur kami sangat keberatan dengan mekanisme yang dilakukan oleh Komang, kami atas nama perwakilan petani Desa Parangharjo merasa sangat keberatan, sebab dengan sistem satu paket berarti kita harus menyediakan uang sebesar Rp 145 Ribu per paket, padahal pupuk organik tersebut sama sekali tidak kami butuhkan tapi kami dipaksakan untuk membeli”, keluh SG.
“Aturan seperti ini jelas sangat memberatkan petani,” keluhnya.
SG berharap agar seluruh steakholder membantu permasalahan yang hadapi petani desa Parangharjo, sebab pupuk merupakan faktor yang sangat penting dalam meningkatkan produktivitas dan produksi komoditas pertanian dalam rangka mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional.
“Apalagi yang menjadi penyalur resmi itu orang partai, seharusnya paham masalah pupuk bersubsidi ini. Saya mohon kebijakan itu dihapus, agar petani tenang, dan nyaman,” pintanya.
Terpisah, penyalur pupuk bersubsidi, Febrian Komari alias Komang warga Dusun Sibotok, Desa Parangharjo berdalih kewajiban petani membeli pupuk organik itu sudah kesepakatan asosiasi distributor pupuk bersubsidi, serta diketahui oleh Petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dinas Pertanian.
“Petani untuk mendapatkan pupuk urea bersubsidi ya harus membeli pupuk organik juga, dan ini satu paket. Aturan ini sudah menjadi kesepakatan asosiasi distributor pupuk bersubsidi, dan diketahui oleh PPL dinas Pertanian,” dalihnya.
Mekanismenya, kata Komang petani bisa membeli satu sak pupuk urea bersubsidi wajib membeli satu sak pupuk organik, atau satu paket, dengan rincian harga Rp 112 500,-/sak untuk harga pupuk Urea bersubsidi berbobot 50 Kg, dan Rp 32 Ribu/sak, untuk pupuk organik dengan bobot 40 Kg.
“Itu sudah sesuai dengan aturan, dan kebutuhan pupuk urea bersubsidi sudah dengan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) 532,” tandasnya. (ant)
Baca juga:
- Dr Sholikh Al Huda Minta Kejagung Tidak Kendor Usut Kasus Korupsi Pengadaan Chromebook
- Marsma Reza Sastranegara Ngopi Bareng Wartawan Sambil Bahas Sinergi Lanud Abd Saleh dan Media
- DPRD Jatim Dorong Kota Malang Jadi Pilot Project Pelayanan Publik Berbasis Digital
- Gunung Semeru Erupsi, BMKG Pantau Sebaran Abu Vulkanik ke Arah Barat
- Kisah Duka Dosen Asal Madura yang Gugur Menuju Tanah Suci