Lagi, UM Tambah Lima Guru Besar dari Beberapa Bidang Keilmuan

Prosesi pengukuhan Guru Besar Universitas Negeri Malang di Graha Cakrawala. (ist) - Lagi, UM Tambah Lima Guru Besar dari Beberapa Bidang Keilmuan
Prosesi pengukuhan Guru Besar Universitas Negeri Malang di Graha Cakrawala. (ist)

Malang, SERU.co.id – Universitas Negeri Malang (UNM) kembali berhasil melahirkan Guru Besar yang tidak tanggung-tanggung. Ada lima Guru Besar yang berasal dari beberapa fakultas.

Guru Besar UM yang telah dikukuhkan pertama, Prof Dr Dwiyono Hari Utomo mengambil judul ‘Ameliorasi Iklim Mikro Berbasis Masyarakat’. Ruang terbuka hijau (RTH) akan berkurang sejalan dengan banyaknya pembangunan, padahal kawasan hijau dapat mengurangi dampak polusi di perkotaan.

Bacaan Lainnya

“Lahan hijau yang berfungsi sebagai peneduh, penampis polutan, penahan aliran permukaan, penyediaan proses perkolasi untuk simpanan air tanah, dan produsen oksigen, telah berkurang fungsinya,” seru Prof Dr Dwiyono Hari Utomo.

Area yang lebih luas upaya ameliorasi iklim mikro dapat dilakukan melalui kota hijau (green city). Kota hijau seperti kota Malang dengan cara pembangunan taman kota, taman bermain, jalur hijau, hutan kota, alun-alun hijau, perkantoran hijau, dan ruang publik lainnya.

Menurutnya, sementara ameliorasi ikim mikro yang dilakukan oleh masyarakat menunjukkan bahwa masyarakat peduli terhadap lingkungan hidupnya. Ameliorasi iklim mikro dapat dilakukan mulai dari rumah dengan menanam tanaman dalam pot atau greenPOTs dan hidroponik atau aguaponik.

“Cara ini untuk memenuhi kebutuhan keluarga bahkan dapat menambah penghasilan keluarga. Secara bersama masyarakat dapat melakukan gerakan gotong royong membangun sumur resapan yang berfungsi untuk pengairan atau penyediaan air untuk tanaman,” jelasnya.

Dosen Geografi Fakultas Ilmu Sosial (FIS) UM ini menambahkan, dari fenomena itu berdampak manusia menjadi rentan dari berbagai jenis penyakit. Salah satu cara yang bisa diupayakan adalah memperbaiki (ameliorasi) iklim mikro.

Cara mudah dapat dimulai dengan menciptakan kampung hijau. Kampung yang dirancang untuk memfungsikan tanaman hijau memproduksi oksigen secara berkelanjutan menjamin keberlangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya.

“Kampung dengan pemandangan di kiri dan kanan jalan ditumbuhi tanaman hijau, berupa tanaman hias, tanaman buah, tanaman sayur dan tabulampot,” ungkapnya.

Sehingga kampung akan terlihat indah, bersih, dan sehat terlebih mampu menurunkan suhu, udara menjadi segar, dan meningkatkan kenyamanan hidup. Upaya lain, bisa dnegan kampung ekologi yang menciptakan kampung bersih dan sehat dengan segmentasi sampah dan mengubah barang bekas menjadi barang yang mempunyai nilai jual.

Selanjutnya, kampung terapi hijau sebagai upaya masyarakat untuk menciptakan ketersediaan tanaman obat keluarga (toga). Beragam jenis tanaman toga mulai dari jahe merah, kelor, kunir, temulawak, serai, kunyit dan lainnya.

“Tanaman toga selain untuk obat atau jamu kesehatan juga mempunyai nilai jual yang tinggi,” tandanya.

Sementara Guru Besar Bidang Ilmu Ekologi, Prof Dr Drs Fatchur Rohman menjelaskan judul yang diangkat berupa ‘Peran Dan Kontribusi Ekologi Dalam Menunjang Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan’. Dimanai bagian kajian dalam Biologi yang mempelajari tentang hubungan timbal balik atau interaksi di dalam lingkungan hidup.

Dijelaskanya, formula-formula kuantitatif bisa dilakukan monitoring lingkungan di beberapa kawasan industri. Penelitian yang beliau lakukan selama 2015 sampai sekarang meneliti flora-fauna di kawasan industri salah satu Pembangkit Listrik di Jatim.

“Selama ini masih menggambarkan ekosistem sama. Artinya masih dalam batas aman. Belum pada tekanan ekosistem yang membahayakan,” jelasnya.

Dalam rangka menunjang pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, maka keberadaan Ekologi sebagai bagian disiplin ilmu Biologi memiliki peran dan kontribusi yang penting dan strategis. Tujuan 15 SDGs adalah menjaga ekosistem daratan. Oleh karena itu,

“Ekologi sebagai landasan teotritis, filosofis dan empiris diperlukan dalam rangka menunjang pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs),” imbuhnya.

Selanjutnya, Guru Besar Bidang Teknik Mesin, Prof Dr Sukarni ST MT mengambil judul ‘Peluang Dan Tantangan Pengembangan Bahan Bakar Alternatif dari Mikroalga’. Pasalnya bahan bakar minyak maupun fosil dari tahun ke tahun akan terus berkurang dari dalam perut bumi.

“Sehingga penyediaan energi aternatif untuk kendaraan transportasi, industri dan rimah tangga adalah sangat penting,” ungkap Prof Sukarni.

Pria kelahiran Tulungagung, 11 Desember 1969 mengungkapkan memilih mikroalga sebagai alternatif bahan bakar karena sebenarnya ada tiga pilihan alternatif untuk bahan bakar, yaitu biofuel generasi pertama yang berasal tanaman pangan (tebu, ketela, jagung, kedelai, minyak sawit).

Sementara, biofuel generasi kedua yang berasal dari kayu menghadapi tantangan terkait dengan kelestanan hutan dan perubahan orientasi penggunaan lahan. Berbagai studi menunjukkan bahwa mikroalga merupakan potensial untuk menggantikan peran bahan bakar fosil.

“Mikroalga memiliki memiliki produktivitas biomassa yang tingg , bisa sampai 50 kali lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman darat,” paparnya.

Prof Sukarni mengaku, mikroalga mengkonsumsi hampir dua ton karbondioksida untuk menghasilkan satu ton biomassa, sehingga budidaya mikroalga akan menetralisir karbondioksida dari hasil pembakarannya. Mikroalga memungkinkan untuk dikonversi menjadi berbagai jenis produk bahan bakar seperti biohidrogen, biodiesel, bahan bakar jet, bensin, dan bioetanol.

“Jadi berdasarkan kajian Ilmiah, mikroalga itu sangat potensial menjadi alternatif bahan bakar terbarukan menggantikan bahan bakar fosil,” tandasnya.

Pidato salah satu Guru Besar yang telah dikukuhkan UM. (ist)

Sementara Guru Besar Prof Dr Rina Rifqie Mariana MP mengangkat judul ‘Implementasi Kebijakan Keamanan Pangan di Sektor Informal’. Keamanan pangan pada beberapa tahun terakhir menjadi isu nasional dan internasional.

Akan tetapi, belum banyak yang mengangkat betapa pentingnya keberadaan sector informal khususnya para pedagang kaki lima atau usaha kecil bidang makanan. Sector informal seperti PKL.

Keamanan pangan berdampak sangat pen bagi kesehatan manusia sesuai dengan yang diamanatkan dalam UUD 45 yang diamandemen UU No 7 th 1996, UU Nomor 8 Tahun 1999 mengamanatkan pentingnya keamanan pangan bagi kehidupan manusia, dan merupakan tanggung jawab pemerintah, produsen, dan konsumen.

“Saya meneliti beberpa pedagang yang ada di Malang, sebagian besar makanan tidak mengandung boraks atau bleng. Berbeda di daerah lain yang masih banyak menggunakan bahan kimia untuk mengentalkan bakso misalnya,” jelas Prof Rina.

Kemudian, Guru Besar berasal dari Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Sastra, Prof Dr Endah Tri Priyatni mengambil judul ‘Menguatkan Literasi Membaca Guru dan Siswa melalui Pertanyaan Provokatif 3T (Tersurat-Tersirat-Tersorot)’. Satu hal yang merisaukan dunia pendidikan Indonesia saat ini adalah rendahnya literasi membaca siswa.

Dirinya mengambil hasil tes PISA 2018 (Programme for International Student Assessment). PISA merupakan salah satu sistem penilaian internasional yang digelar tiga tahun sekali untuk menguji tingkat literasi suatu negara melalui anak-anak usia 15 tahun. PISA diinisiasi oleh Organisation Jor Economic Cooperation and Development (OECD).

Dari penelitian tersebut, terlihat meningkatkan literasi siswa Indonesia, Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, saat ini sedang gencar meningkatkan literasi (termasuk literasi membaca) siswa Indonesia secara sistemik.

Semua lembaga pendidikan dan pelatihan difasilitasi untuk menyelenggarakan kegiatan yang mendukung peningkatan literasi siswa baik melalui riset maupun pelatihan literasi yang difokuskan pada praktik pembelajaran literasi di kelas.

“Kurikulum baru akan segera diluncurkan untuk mendukung berkembangnya literasi siswa,” jelas Prof Dr Endah.

Menurutnya, sejalan dengan aspek yang diukur dalam literasi, maka dalam pembelajaran juga harus dibudayakan pertanyaan provokatif 3T, mulai pertanyaan yang mendorong berpikir. Pertanyaan untuk menemukan informasi tersurat (reading on the lines), tersirat (reading in the lines), serta tersorot (reading beyond the lines).

“Istilah penguatan dimaknai sebagai suatu tindakan untuk mendorong munculnya peningkatan kualitas literasi membaca guru dan siswa. Pemilihan startegi ini dilandasai oleh pentingnya peran pertanyaan dalam pembelajaran,” ujarnya.

Melalui pertanyaan, siswa dapat berinteraksi aktif dengan guru sehingg tidak satu arah. Dengan pertanyaan siswa dapat memahami dunia dan segala isinya. Melalui pertanyaan, guru mengajak siswa berpikir dan berpikir adalah indikator siswa belajar.

Siswa mampu membangun makna, membangun konsep, mengeksplorasi alasan dan bukti, memfasilitasi elaborasi, menjaga diskusi agar tidak membingungkan, pertanyaan mengarahkah siswa untuk melihat persamaan dan perbedaan, menilai adanya kontradiksi atau inkonsistensi.

Selanjutnya, bertanya membantu para siswa menjadi lebih dekat dengan makna yang dimaksud, sehingga membantu pemahaman mereka. Dalam kegiatan pembelajaran, pertanyaan adalah sebuah alat untuk mengajar, pertanyaan telah mempermudah siswa belajar dan menjadikan siswa berpikir, kualitas pertanyaan yang baik dapat mendorong siswa berpikir tingkat tinggi.

“Dalam proses pembelajaran, bertanya merupakan sebuah seni dan unsur terpenting yang tidak terpisahkan. Efektivitas mengajar seorang guru dapat dilihat dari kemampuannya mengajukan pertanyaan yang tepat,” ungkapnya. (jaz/rhd)


Baca juga:

Pos terkait