Malang, SERU.co.id – Terletak di Perum PNS Kelurahan Lesanpuro Kecamatan Kedungkandang Kota Malang, Teras Literasi (TL) dan Taman Baca Masyarakat (TBM) berdiri tiga tahun yang lalu, tepatnya 2018. Sosok inspiratif dibalik itu adalah Suyanti bersama sang suami, Eko Muji Wibowo.
Penggagas TL dan TBM, Suyanti mengatakan, dalam kondisi pandemi pihaknya sudah melakukan praktik nyata. Beberapa waktu yang lalu melalui ekonomi kreatif, melaunching stan yang diberi nama Pawon Literasi. Lokasi yang berada di rumah, disetting sedemikian rupa untuk memberi edukasi bagi ibu rumah tangga.
“Giat literasi bukan hanya menulis, tapi juga giat literasi kewirausahaan atau ekonomi kreatif,” seru Suyanti, melalui sambungan telepon, Rabu (21/4/2021).
Suyanti yang juga pendidik SMP Negeri 27 Kota Malang menuturkan, awal mula giat literasi melihat keprihatinan anak-anak sekitar minat belajar, membaca dan sekolah kurang maksimal. Kebetulan siswa tinggal dekat dengan rumahnya dan dekat sekolah kurang lebih satu kilometer.
Akhirnya didukung suami dan anak-anak, mempunyai ide untuk menggiatkan literasi.
Dari penuturannya, anak-anak disekitar terlihat sangat semangat sebelum pandemi. Setelah pandemi pun tidak pupus semangatnya untuk ikut aktif.
Pertemuan yang semula seminggu sekali pada pukul 08.00 hingga 10.00, diluar itu anak-anak bebas kapan pun ingin membaca. Kini dimasa pandemi sekaligus bulan Ramadan, hanya satu jam setiap minggunya setiap pukul 16.00.
“Salah satunya berkegiatan hanya satu jam, melihat film keagamaan, melatih kreatifitas, dan membagi sembako,” paparnya.
Sementara untuk ibu-ibu Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) terkait literasi baca dan tulis. Sudah menghasilkan buku dan kumpulan cerita keseharian PKK. Sampai dibukukan dan ber-ISBN untuk nilai tambahan ekonomis.
“Ibu PKK senang mas, karena ibu tangga bisa menulis, dibukukan dan dipasarkan. Kami titipkan di Togamas,” terang pengampu Mata Pelajaran Ilmu Pendidikan Sosial SMP Negeri 27 Kota Malang ini.
Untuk Ibu PKK, pihaknya juga membidik ibu-ibu melalui kegiatan berkreatifitas. Contohnya pengolahan minyak jelantah, membuat puding, dan seterusnya.
Masih menutur Suyanti, merefleksi Hari Kartini, dirinya sebagai seorang guru. Paling tidak di masyarakat sekitar bisa sebagai panutan, contoh, motivator, inspirasi, harus bisa menempatkan sesuai dengan jati diri.
Kemudian, bisa memberikan manfaat kepada masyarakat. Ia mencontohkan, telah membaca dan menghayati apa yang dilakukan oleh RA Kartini pada masa itu, mampu menginspirasi perempuan-perempuan zaman sekarang.
Suyanti menambahkan, bagaimana cara RA Kartini melalui emansipasi perempuan meningkatkan kemampuan di bidang pengetahuan. Era sekarang tidak hanya dalam pendidikan formal, namun juga informal.
“Karena pendidikan merupakan ujung tombak pembangunan. Tentunya perempuan sebagai ibu rumah tangga harus memiliki pengetahuan yang luas dan berkualitas. Agar mendidik putra putri saya khususnya, dan anak didik saya umumnya sebagai penerus bangsa,” ujarnya.
Selanjutnya Suyanti menuturkan, bagaimana refleksi Hari Kartini bisa memahami, membangkitkan dan bisa meningkatkan kualitas hidup perempuan melalui ekonomi kreatif. Sebagai kebutuhan memenuhi pendapatan tambahan keluarga di masa pandemi.
Jumlah ibu-ibu PKK yang ikut berkolaborasi sebanyak 80 orang, namun dengan segala kesibukan, tidak semua bisa aktif. Dirinya menekankan, emansipasi perempuan di Hari Kartini lebih pada perannya mampu mengisi di berbagai lini sektor kehidupan.
“Emansipasi wanita itu adalah memberikan kesempatan kepada wanita untuk mengembangkan potensinya pada diri wanita semaksilkan mungkin, untuk menebarkan manfaat luas,” pungkasnya. (ws1/rhd)