Sekda Kota Malang Pamitan, Wasto: Persahabatan Tidak Ada Pensiunnya

Sekda Kota Malang, Wasto (kiri) berpamitan kepada awak media. (ws1) - Sekda Kota Malang Pamitan, Wasto: Persahabatan Tidak Ada Pensiunnya
Sekda Kota Malang, Wasto (kiri) berpamitan kepada awak media. (ws1)

Malang, SERU.co.id – Sekretaris Daerah Kota Malang, Wasto, tepat tanggal 28 Februari 2021 mengakhiri masa jabatannya setelah 37 tahun menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Wasto berpamitan ke beberapa orang dan kalangan, seperti DPRD, OPD, masyarakat dan lainnya. Salah satunya, berpamitan kepada wartawan yang telah menjadi media patner pemberitaan dan ide kebijakan.

Wasto mengaku, ada banyak ide yang didapat setelah mendapatkan pertanyaan dari awak media. Sebab dirinya yakin, pertanyaan itu adalah bagian dari kritik dan masukan, baik dari wartawan sendiri maupun terusan dari masyarakat. Di pekan terakhir giat efektifnya, Wasto mengucapkan terimakasih atas dukungan awak media selama ini.

Bacaan Lainnya

“Hari terakhir kerja ketentuan 28 Februari saya Sekda. (Hari) Seninnya tanggal satu ojo nyeluk aku Sekda (jangan panggil saya Sekda, red),” guyon Wasto, saat pers konferensi di Ruang Rapat Balaikota, Jum’at (26/2/2021).

Dalam banyak interaksi, Wasto juga meminta maaf jika ada salah atau mungkin menimbulkan gesekan. Secara manusiawi sesama manusia, menurutnya ada tingkah lakunya yang tidak mengenakkan.

“Kalau sikap saya selama ini tidak nyaman bagi teman-teman media seluruhnya, saya mohon dimaafkan,” pintanya.

Sebaliknya, ketika teman-teman media ada salah, Wasto menuturkan sudah memaafkan. Bagi dirinya, bukanlah pensiun dari pertemanan yang sudah terjalin.

“Persahabatan tidak ada pensiunnya. Yang boleh pensiun itu status ASN-nya,” harapnya.

Diakuinya, ketika menjabat Kepala OPD, dirinya bisa menjawab secara terbuka hampir semua pertanyaan awak media. Lantaran dirinya menguasai teknis sepenuhnya, dari perencanaan hingga pelaksanaan. Namun ketika dirinya menjabat sebagai Sekda, jauh lebih silent lantaran teknis bukan wewenangnya.

“Kalau saya berbicara sesuai kapasitas saya dan berdasarkan data atau laporan. Apalagi ada kebijakan untuk menjawab pertanyaan awak media melalui Humas. Jadi itulah dasarnya kenapa saya susah dikonfirmasi saat jadi Sekda, dibandingkan saat jadi Kepala OPD,” pengakuannya.

Awal karir, Wasto masuk di pemerintahan Kota Malang pada 20 Desember 1980, masih sukuan alias tidak dibayar. Kemudian diangkat tanggal 1 Maret 1983, dengan ijazah SLTA/SMEA. Berangkat dari golongan 2a ke 2b selama dua tahun, dirinya dapat jabatan eselon 5a.

Berkat ide pemikirannya yang solutif, meski dimulai dari bawah, mampu membawanya melejit dibandingkan para seniornya. Wasto dibesarkan mulai dari Kantor Urusan Perumahan. Adanya perubahan Dinas Perumahan tahun 1998, kemudian dipindah ke P dan K, Kasi dan Ketenagaan yang membidangi masalah SDM guru SD.

“Kemudian tahun 2001, saya pindah Dispenda jabatannya tetap Kasi,” kisahnya.

Sekda Wasto bersama Humas Pemkot Malang. (rhd)

Setelah di asisten 3 bulan, dirinya diperbantukan staff ahli DKP mulai Agustus 2009 sampai awal 2015. Di DKP inilah Wasto benar-benar menjiwai, karena menyangkut Kota Malang yang menjadi sorotan saat itu, utamanya terkait sampah dan penghijauan.

“Dua hal itu memacu saya sangat konsen, bagaimana ada perubahan di Kota Malang,” terangnya.

Kala itu dirinya mengusulkan ke pusat, bantuan senilai Rp250 miliar untuk TPA. Bantuan tersebut bukan berupa uang, melainkan bantuan progam, seluruhnya yang melaksanakan pusat setelah selesai baru diserahkan. Saat ini dalam proses penyerahan pembangunan yang menghabiskan selebihnya bentuk fisiknya kurang lebih Rp 200 miliar.

Menurutnya saat di DKP, dirinya menilai, sebagus apapun progam kebersihan dan banyaknya anggota belum bisa maksimal tanpa adanya sinergi kepada masyarakat.

Sekda Wasto bersama awak media. (ist)

“Saya menginspirasi saat Rakernas Bank Sampah pertama kali di Jogja. Teman-teman kader lingkungan saya ajak mendirikan Koperasi Bank, bisa dikonversikan menjadi tabungan,” jelasnya.

Tak berhenti disitu, Wasto menginisiasi adanya lomba kampung tematik. Dimana Kampung Warna-warni menginspirasi kampung-kampung lainnya. Lebih menekankan bagaimana RW sebagai subjek dan didampingi mahasiswa perguruan tinggi untuk memvisualisasikan agar lebih menarik.

“Saya di Bappeda, bersama teman-teman, saya mengadakan yang namanya Lomba Kampung Tematik, Lomba Rancang Malang,” kenangnya. (ws1/rhd)

Pos terkait