Malang, SERU.co.id – Rencana pengoperasian Trans Jatim di wilayah Malang Raya menuai penolakan dari para pengemudi angkutan kota (angkot) di Kota Malang. Dalam audiensi yang digelar, DPRD Kota Malang berjanji akan menindaklanjuti aspirasi tersebut.
Ketua Forum Komunikasi Paguyuban Angkot Kota Malang, Stefanus Hari Wahyudi mengungkapkan, penolakan bukan tanpa alasan. Terdapat kekhawatiran bahwa keberadaan Trans Jatim akan semakin mematikan angkot yang kini sudah terpuruk.
“Rekan-rekan pengemudi angkot sudah sepakat menolak. Sekarang saja sudah berat, karena adanya transportasi online, kalau ditambah Trans Jatim bisa habis angkot di Kota Malang,” seru Stefanus, Senin (15/9/2025).
Stefanus juga menyoroti kurangnya pelibatan sopir angkot dalam proses perencanaan. Hingga saat ini belum pernah ada pertemuan resmi antara paguyuban angkot dengan pemerintah daerah maupun provinsi terkait sosialisasi program tersebut
“Selama ini hanya ngobrol santai dengan Dishub Kota Malang. Tidak pernah ada forum resmi. Tahu-tahu muncul di media katanya Oktober mau jalan,” ungkapnya.
Ia menerangkan, pemerintah telah memberi sejumlah kemudahan, seperti pemutihan pajak dan uji KIR gratis. Namun ia menilai, upaya tersebut belum sebanding dengan ancaman yang ditimbulkan dari rencana pengoperasian Trans Jatim.
“Langkah-langkah Dishub ini ada nilai plusnya juga buat rekan-rekan, makanya kita mengupayakan untuk segera berbenah. Tapi di saat kita berbenah kok muncul wacana Trans Jatim,” ujarnya.
Ia berharap, pemerintah melakukan kajian mendalam serta melibatkan aspirasi para supir angkot sebelum membuat kebijakan. Jangan sampai, kebijakan yang dibuat tidak melibatkan aspirasi masyarakat, seperti janji manis yang berlaku begitu saja.
“Sekarang gini, contoh pelaksanaan yang lain saja (wacana lain) tidak pernah selesai. Kami sudah sering diberi angin segar, tapi seringkali penerapannya tidak dibarengi apa yang mereka omongkan,” katanya.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita mengakui, para supir angkot belum dilibatkan secara formal. Padahal dalam proses perencanaan program Trans Jatim perlu sosialisasi yang jelas, termasuk bagi mereka.
“Artinya belum ada masukan dari teman-teman angkot sebagai salah satu stakeholder dalam transportasi publik di Kota Malang. Ini menjadi catatan serius,” tutur Mia, sapaan akrabnya.
DPRD Kota Malang pun telah meneruskan aspirasi serta petisi penolakan para supir angkot ke DPRD Provinsi Jawa Timur dan Dinas Perhubungan Provinsi. Selanjutnya, DPRD Kota Malang berencana mengadakan rapat koordinasi lintas sektor untuk menindaklanjuti persoalan ini.
Ia menambahkan, meskipun program Trans Jatim ditujukan untuk mengintegrasikan transportasi Malang Raya, mekanisme pelaksanaannya masih belum jelas. Ia menilai, opsi menjadikan angkot sebagai feeder Trans Jatim bisa menjadi solusi, namun perlu pembahasan lebih lanjut.
“Apakah semua armada angkot akan dimanfaatkan? Kalau tidak semua, bagaimana nasib sopir yang tidak ikut dalam skema feeder? Ini harus dikaji,” tegasnya.
Rencana pengoperasian Trans Jatim di wilayah Malang Raya dijadwalkan paling lambat pada Oktober atau November tahun ini. Namun, DPRD Kota Malang meminta pemerintah provinsi mengkaji ulang kesiapan dan dampaknya terhadap transportasi lokal di Kota Malang. (bas/rhd)