Jakarta, SERU.co.id – Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer, menegaskan dirinya tidak terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia juga membantah terlibat dalam dugaan pemerasan pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan. KPK menghitung adanya selisih pembayaran hingga Rp81 miliar dan diduga mengalir ke 11 tersangka.
Noel menyampaikan, permintaan maaf kepada Presiden Prabowo Subianto, keluarganya dan rakyat Indonesia
“Saya ingin klarifikasi bahwa saya tidak di-OTT. Kasus saya bukan pemerasan. Saya minta agar narasi di luar sana tidak menjadi narasi yang kotor dan memberatkan saya,” seru Noel dikutip dari detiknews, Jumat (22/8/2025).
Berbeda dengan bantahan Noel, KPK memastikan, Wamenaker resmi ditetapkan sebagai tersangka. Ketua KPK, Setyo Budiyanto menyampaikan, Noel bersama 10 orang lainnya ditetapkan tersangka setelah OTT, Rabu (20/8/2025) malam.
“KPK menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan 11 orang sebagai tersangka. Termasuk IEG (Immanuel Ebenezer Gerungan),” kata Setyo.
Selain Noel, pejabat Kemenaker yang ikut terseret yakni:
- Irvian Bobby Mahendro, Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3 (2022–2025)
- Gerry Adita Herwanto Putra, Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja
- Subhan, Subkoordinator Keselamatan Kerja Direktorat Bina K3 (2020–2025)
- Anitasari Kusumawati, Subkoordinator Kemitraan dan Personel Kesehatan Kerja
- Fahrurozi, Ditjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3
- Hery Sutanto, Direktur Bina Kelembagaan (2021–2025)
- Sekarsari Kartika Putri
- Supriadi
- Temurila dan Miki Mahfud dari PT KEM Indonesia.
KPK menduga, ada praktik pemerasan dalam pengurusan sertifikasi K3 yang membuat biaya melonjak drastis. Tarif resmi yang seharusnya hanya Rp275.000, dalam praktiknya bisa mencapai Rp6 juta per sertifikat.
“Modusnya dengan memperlambat dan mempersulit. Atau bahkan tidak memproses permohonan sertifikasi bagi pihak yang tidak membayar lebih,” jelas Setyo, dilansir Kompascom.
baca juga: KPK Tegaskan Bupati Kolaka Timur Tak Ikut Terjaring OTT KPK
Dari praktik ini, KPK menghitung terdapat selisih pembayaran hingga Rp81 miliar yang diduga mengalir ke para tersangka. Noel disebut menerima Rp3 miliar, sementara Irvian diduga menerima Rp69 miliar sepanjang 2019–2024. Dana itu digunakan untuk belanja, hiburan, hingga cicilan rumah.
Selain itu, Subhan diduga menerima Rp3,5 miliar, Gerry Rp3 miliar dan Anitasari Rp 5,5 miliar. Uang juga mengalir ke pejabat lain di lingkungan Kemenaker.
(aan/mzm)