Malang, SERU.co.id – Maraknya sejumlah kasus kriminalisasi guru menjadi atensi banyak pihak, seperti Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur (Jatim) dan anggota DPD RI. Hal tersebut akibat komunikasi kurang harmonis dan kesalahpahaman antara guru dan wali murid.
Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Hikmah Bafaqih menyoroti maraknya sejumlah kasus kriminalisasi guru. Ia menegaskan, kekerasan dalam dunia pendidikan yang dilakukan pendidik kepada siswa, tidak boleh dinormalisasi. Sebaliknya, guru yang diproses hukum dengan alasan yang lemah atau disiplin tidak bisa dibenarkan.
“Kekerasan oleh pendidik kepada siswa memang tidak bisa dinormalisasi. Tetapi, mengkriminalisasi guru dengan alasan yang kurang kuat juga sangat tidak boleh,” seru Hikmah, saat menghadiri Festival Literasi Guru Tawadu di Bahrul Maghfiroh, Kota Malang, Jumat (1/8/2025).
Hikmah menjelaskan, salah satu akar permasalahan yang sering memicu konflik adalah kurang harmonisnya komunikasi antara guru dan wali murid.
“Banyak keluarga kehilangan pola pengasuhan yang benar. Di sekolah, komunikasi antara guru dan wali murid pun tidak cair. Ini menyebabkan banyak kesalahpahaman,” ungkapnya.
Hikmah menilai, saat ini kebanyakan orang tua hanya datang ke sekolah saat pembagian rapor. Hikmah mendorong adanya forum rutin antara wali murid dan guru untuk membahas perkembangan siswa, bukan hanya nilai akademik.
“Orang tua harus punya forum dengan wali kelas untuk bicara perkembangan anaknya, bukan hanya datang saat raportan. Harus ada instrumen untuk mempertemukan orang tua dan guru secara berkala,” katanya.
Hikmah juga menekankan peran komite sekolah, agar benar-benar menjadi perwakilan wali murid. Bukan mewakili maupun menjadi corong kepala sekolah dan guru.
“Komite sekolah seharusnya mewakili aspirasi wali murid. Jangan sampai komite sekolah malah mewakili atau menjadi corong kepala sekolah. Ini perlu diluruskan,” tuturnya.
Selain itu, Hikmah mengajak stakeholder untuk membangun komitmen lintas sektor guna mencegah dan menangani permasalahan ini. Termasuk aparat penegak hukum yang perlu diajak diskusi, supaya ada respon yang seragam terkait kriminalisasi guru. Jangan kemudian menunggu tindakan politis hanya karena viral.
Baca juga: Distribusi Seragam Gratis Masih 10 Persen, Pemkot Malang Minta Orang Tua Tidak Panik
“Harus ada pengawasan dari pimpinan. Karena kalau tidak, mereka yang di bawah ini para penyidik bisa mengorkestrasi dengan gayanya. Dimana kadang-kadang tidak ramah terhadap situasi guru yang mengalami perundungan,” tandasnya.
Senada, anggota DPD RI dapil Jatim, Dr. Lia Istifhama mengajak, para orang tua menyaring informasi saat mendengar keluhan anak terkait guru. Sikap bijak, dialog terbuka dan penyelesaian secara kekeluargaan disebutnya sebagai kunci menjaga keharmonisan pendidikan.
“Orang tua harus bisa memfilter laporan anak. Jangan sampai karena emosi sesaat, guru langsung divonis bersalah. Harus ditelusuri bersama secara komprehensif, apa masalah sebenarnya,” ucap Ning Lia, sapaan akrab keponakan Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa ini.
Ning Lia menyoroti, pentingnya regulasi yang jelas terkait batasan tindakan guru yang bisa dikategorikan sebagai pelanggaran. Menurutnya, harus ada pijakan hukum yang objektif dan adil, agar guru tidak selalu berada di posisi rentan atas tuduhan kekerasan.
“Tidak boleh seorang guru serta merta dikatakan melakukan kekerasan. Unsur subjektif tidak bisa dijadikan dasar vonis. Harus ada aturan tegas yang melindungi martabat dan otoritas guru,” tegasnya.
Terkait Workshop Menulis Esai dan Festival Literasi Guru Tawadu di Bahrul Maghfiroh, Ning Lia ini menyampaikan, kegiatan tersebut luar biasa. Pasalnya, mampu menggugah empati anak-anak terhadap guru, serta mengedukasi masyarakat luas lebih memahami peran dan tanggung jawab guru secara utuh.
Baca juga: Ratusan Guru Sekolah Rakyat Mengundurkan Diri, SR di Kota Malang Tetap Kondusif
“Anak-anak semakin ke sini harus diajarkan untuk berhati-hati dan tidak gegabah melaporkan tindakan guru. Ketika seorang guru memarahi, hendaknya itu dipahami dulu konteks dan niatnya sebelum dibawa ke orang tua, apalagi sampai menyebar ke publik,” ungkapnya.
Berikut para Juara Menulis Esai ‘Padamu Guru Aku Tawadu’
Tingkat Kota Malang:
– Juara 1: Carisa Ivana Artanti, asal SMPN 15 Kota Malang, judul: Kerendahan Hati yang Mengispirasi.
– Juara 2: Meitia Sabrina Azzahra, asal SMP 4 Kota Malang, judul: Sejatinya Ilmu itu Adab
– Juara 3: Dewi Aisah, asal SMP Nurul Huda Mergosono, judul: Sukses Menuju Masa Depan
– Harapan 1: Nadiah Rachmah A, asal SMA Negeri 6 Kota Malang, judul: Guru Amerta Jadi Drestanta
– Harapan 2: M. Ghaisan Afsor H, judul: Menapaki Ilmu Dengan Adab
– Harapan 3: Nur Hafizd, asal MA Bahrul Magfirah, judul: Sedikit Tetang Aku dan Guruku
Tingkat Kabupaten Malang
– Juara 1: Aulia Azahra, asal SMAN 1 Turen, judul: Di Era Gempuran AI, Masih Perlukah Tawadhu Pada Guru
– Juara 2: Lutfi Dina Fadiya, asal SMK Hidayatul Mubtadiin, judul: Guru Adalah Lentara yang Menuntun pada Cahaya
– Juara 3: Eartha Aurelya Elharizah, asal SMAN 1 Turen, judul : Menanamkan Nilai Tawadhu Kepada Guru di Kalangan Gen Z Pada Era Digitalisasi
– Harapan 1: Fadzila Nuril Ramadhan, asal SMP Boarding School Aromah Putra, judul: Hormatilah Gurumu
– Harapan 2: Reva, asal SMP PGRI I Dau, judul: Ketulusan Hatinya yang membuatku Bertawadhu
– Harapan 3: Abigail Bianca Anais, asal MAN Baitul Makmur, judul: Guru Samudra Ilmu Padamu Aku Tawadhu.
(rhd)