Nganjuk, SERU.co.id – Insiden yang melibatkan oknum guru di SMKN 2 Bagor Kabupaten Nganjuk dan sejumlah awak media pada Selasa (3/6/2025) menuai sorotan tajam. Salah satu pengacara senior sekaligus Ketua Media Independen Online (MIO) Nganjuk, Prayogo Laksono, angkat bicara dan menyebut tindakan tersebut tak hanya tidak etis, tapi juga berpotensi melanggar hukum.
Menurutnya, tenaga pendidik semestinya menjadi contoh dalam menjunjung tinggi nilai demokrasi dan keterbukaan informasi.
“Menghalangi jurnalis, apalagi membatasi ruang gerak mereka, jelas tindakan yang keliru. Ini tidak bisa dibenarkan dalam konteks apapun,” tegas Prayogo saat dihubungi SERU.co.id, Sabtu (7/6/2025).
Diketahui, sejumlah jurnalis mendatangi SMKN 2 Bagor guna meliput proses penyerahan ijazah kepada seorang siswa berinisial Ayu (bukan nama sebenarnya), yang didampingi wali murid. Setelah proses cap tiga jari dan penyerahan dokumen selesai, suasana sempat memanas ketika tim media hendak meminta keterangan dari pihak siswa dan orang tua.
Namun, Wakil Kepala Sekolah bidang Humas, Suryani, meminta agar proses wawancara ditunda. Ia menyebut bahwa pihak siswa dan wali murid perlu memberikan klarifikasi terlebih dahulu. Ketegangan meningkat saat tim media hendak meninggalkan lokasi namun sempat dihadang dan ditutup pintu ruangannya oleh oknum guru lain dengan alasan klarifikasi belum tuntas.
Lebih lanjut Prayogo mendesak pihak sekolah untuk segera memberikan klarifikasi terbuka dan permintaan maaf resmi kepada tim media yang bertugas.
“Ini penting sebagai bentuk tanggung jawab moral. Dunia pendidikan harus menjadi ruang terbuka, bukan malah menutup-nutupi,” imbuhnya.
Dikatakannya, kerja jurnalistik dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Setiap bentuk penghalangan, intimidasi, atau tekanan terhadap jurnalis saat menjalankan tugas dapat berujung pada sanksi hukum.
“Jika ada unsur penghalangan atau intimidasi, bisa masuk ranah pidana. Ini bukan hal sepele, karena pers adalah pilar demokrasi,” tegasnya.
Sebagai Ketua MIO Nganjuk, Prayogo menyatakan kesiapannya memberikan pendampingan hukum apabila awak media yang terlibat merasa dirugikan atau mengalami tekanan lanjutan.
“Kami siap mendampingi, baik melalui jalur dialog maupun proses hukum. Ini demi menjaga marwah profesi jurnalis,” tandasnya.
Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa kebebasan pers adalah bagian tak terpisahkan dari demokrasi. Dunia pendidikan seharusnya menjadi teladan dalam keterbukaan informasi, bukan malah mencurigai atau membatasi kerja wartawan. (mif/ono)