Mantan Pemain OCI Tuntut Keadilan, Taman Safari Indonesia: Mengapa Baru Sekarang?

Mantan pemain OCI saat membagikan kisah pilunya. (ist) - Mantan Pemain OCI Tuntut Keadilan, Taman Safari Indonesia: Mengapa Baru Sekarang?
Mantan pemain OCI saat membagikan kisah pilunya. (ist)

Jakarta, SERU.co.id – Dugaan eksploitasi, kekerasan dan perbudakan terhadap mantan pemain Oriental Circus Indonesia (OCI) menggemparkan publik. Setelah puluhan tahun bungkam, sejumlah mantan pemain OCI mendatangi Kementerian Hukum dan HAM menuntut pertanggungjawaban. Namun pihak Taman Safari Indonesia mempertanyakan kredibilitas pengaduan tersebut, mengapa baru sekarang dan tidak ke pihak kepolisian?

Wakil Menteri HAM, Mugiyanto mengungkapkan, berdasarkan keterangan para korban yang semuanya perempuan, diduga telah terjadi pelanggaran HAM serius.

Bacaan Lainnya

“Ini bukan sekadar persoalan internal, tapi bisa masuk ranah pelanggaran hak asasi manusia,” seru Mugiyanto.

Lebih lanjut, KemenHAM berkomitmen memanggil semua pihak terkait, termasuk pihak Taman Safari Indonesia. Tujuannya menggali informasi secara menyeluruh dan memberikan pemulihan mental bagi para korban.

Namun, Taman Safari Indonesia dengan tegas membantah keterlibatan mereka dalam kasus ini. Vice President Legal & Corporate Secretary TSI, Barata Mardikoesno menyebut, meski pemilik OCI dan TSI adalah orang yang sama, keduanya merupakan entitas hukum berbeda.

“OCI bergerak di bidang sirkus, sedangkan TSI adalah lembaga konservasi dan edukasi satwa,” tegasnya.

Barata juga menyinggung, dugaan pelanggaran HAM tersebut sudah pernah diproses sejak 1997. Saat itu Komnas HAM telah mengeluarkan rekomendasi khusus untuk OCI, bukan Taman Safari.

Pernyataan lebih tajam disampaikan Komisaris TSI, Tony Sumampouw. Ia bahkan mempertanyakan kredibilitas pengaduan tersebut.

“Kenapa baru sekarang dilaporkan? Kenapa tidak ke polisi sejak awal?,” ujarnya.

Di sisi lain, Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing justru menganggap laporan ini sebagai pengingat pelanggaran HAM. Terutama terhadap anak-anak dan perempuan, tidak bisa dihapus begitu saja oleh waktu.

“Pelatihan keras yang menjurus ke penyiksaan adalah bentuk pelanggaran HAM. Terlebih jika dilakukan terhadap anak-anak,” ujarnya.

Uli juga mengungkap, kasus OCI bukan hal baru. Sejak 1997, Komnas HAM telah menangani laporan dari anak-anak pemain sirkus yang diduga menjadi korban pelanggaran HAM. Mulai dari hilangnya asal-usul hingga kekerasan fisik dan psikis.

Meski penyidikan oleh Polri pada 1999 sempat dihentikan, laporan terbaru dari kantor hukum Ari Seran pada Desember 2024 menunjukkan belum ada kompensasi yang diberikan kepada para korban. Termasuk tuntutan ganti rugi sebesar Rp3,1 miliar yang ditujukan ke OCI. (aan/mzm)

Pos terkait