Malang, SERU.co.id – Kota Malang menghadapi permasalahan serius pengelolaan sampah yang terus meningkat seiring pertumbuhan jumlah penduduk dan aktivitas kota. Salah satu solusi inovatif yang sedang dikembangkan adalah pengelolaan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Supit Urang telah mendapatkan perhatian nasional. TPA yang dibangun pada 2018-2020 senilai Rp237 miliar, kini menjadi model pengelolaan sampah terpadu yang akan memberikan dampak jangka panjang untuk Kota Malang.
Penjabat (Pj) Wali Kota Malang, Iwan Kurniawan menjelaskan, pengelolaan sampah di Kota Malang tidak hanya bergantung pada metode pembuangan akhir saja. Tetapi diubah menjadi produk seperti Refuse Derived Fuel (RDF), kompos, dan dilakukan proses sorting.
“Kami memanfaatkan TPA Supit Urang untuk mengolah sampah yang masuk,” seru Iwan, Sabtu (18/1/2025).
Langkah ini bertujuan mengurangi volume sampah yang tertimbun dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari hasil pengolahan sampah. Iwan menambahkan, pengelolaan sampah ini juga dilengkapi dengan pengembangan kawasan terpadu.
“Kami tengah mempersiapkan lahan untuk TPST yang akan memproduksi RDF sebanyak 250 ton per hari pada 2026. RDF sendiri akan digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk industri, seperti pabrik semen dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU),” tambah Iwan.

Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU) RI, Dody Hanggodo, memberikan apresiasi atas pencapaian Pemkot Malang dalam menata dan mengelola TPA Supit Urang. Menurutnya, pengelolaan yang terintegrasi ini akan sangat membantu Pemkot Malang dalam mengurangi dampak sampah terhadap lingkungan.
“TPA ini sudah seperti TPA kelas super, tertata dengan sangat baik. Dengan kapasitas 700 ton sampah per hari, kawasan ini mampu mengatasi kebutuhan pengelolaan sampah jangka panjang di Kota Malang,” ujar Dody.
Dody juga mengungkapkan, Kementerian PU RI siap mendukung pengembangan TPA Supit Urang untuk menjadi kawasan pengolahan sampah yang lebih modern. Dody menegaskan, jika pengelolaan sampah ini berhasil, maka Kota Malang bisa menjadi contoh bagi daerah lainnya dalam menghadapi masalah sampah.
“Kami mendukung pengembangan TPST yang akan memproduksi RDF, karena ini adalah langkah yang baik untuk mengelola sampah secara berkelanjutan,” katanya.
Ditempat yang sama, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Malang, Noer Rahman Widjaya menyatakan, pengelolaan sampah di Kota Malang masih dalam tahap pengembangan. Ia berharap, Program LSDP yang sedang berjalan dapat meningkatkan pengelolaan sampah hingga 50 persen pada 2026.
“Saat ini, kami sudah mengelola 27,2 persen sampah di Kota Malang, sebagian besar melalui TPS 3R, bank sampah, dan pemilahan oleh masyarakat,” kata Rahman.

Rahman juga menyoroti masalah yang masih ada terkait perilaku masyarakat dalam membuang sampah. Untuk itu, Pemkot Malang terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih peduli dalam memilah dan mengelola sampah dari rumah tangga.
“Masih ada sekitar 1,3 ton sampah yang belum terkelola dengan baik, karena pembuangan sampah yang tidak sesuai prosedur oleh sebagian masyarakat. Jika pengelolaan sampah tidak dilakukan dengan baik, maka usia sanitary landfill di Kota Malang yang tinggal 6 tahun lagi akan semakin singkat” ujarnya.
Ia menegaskan, masyarakat harus mulai terlibat lebih aktif dalam pengelolaan sampah untuk mencegah terjadinya krisis sampah di masa depan. Sosialisasi dan edukasi mengenai pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga menjadi kunci untuk keberlanjutan pengelolaan sampah yang efektif. Rahman berharap, dengan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat, Kota Malang dapat mengatasi masalah sampah dengan solusi yang lebih inovatif.
“Pengelolaan sampah ini bukan hanya tugas Pemkot, tetapi juga masyarakat. Kami terus berusaha agar Kota Malang tidak hanya menjadi contoh dalam pengelolaan sampah. Tetapi juga dalam pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan,” tutupnya. (ska/rhd)