Jember, SERU.co.id – Seorang mahasiswa di universitas swasta ternama di Jember diduga mencabuli bocah berusia 5 tahun di Kecamatan Tempurejo. Dari hasil penyidikan, Satreskrim Polres Jember berhasil mengamankan terduga pelaku berinisial MY (22).
Terduga pelaku itu diamankan oleh Satreskrim Polres Jember, pada Kamis (12/9) malam. Saat itu, terduga pelaku datang sendiri ke Polres Jember didampingi pengacaranya
“Untuk terduga pelaku sudah kita amankan, sudah proses penyidikan kemarin. Untuk statusnya sendiri sudah penetapan tersangka,” kata Kasat Reskrim Polres Jember, AKP Abid Uais Al-Qarni Aziz melalui rilis resmi di Polres Jember, Jum’at (13/9/2024).
Setelah diinterogasi, lanjut Abid, terduga pelaku mengaku melakukan aksinya itu dengan motif kesengajaan. Bahkan, terduga pelaku mengatakan bahwa hal itu adalah lumrah.
“Kalau dari hasil pemeriksaan, terduga pelaku ini melakukan (pencabulan) baru sekali, untuk motifnya sendiri kesengajaan. Dari hasil keterangan terduga pelaku ini, merasa bahwasanya itu adalah hal yang lumrah. Karena (pelaku dan korban) masih ada hubungan keluarga,” jelasnya.
Saat melakukan aksinya, terduga pelaku ini memasukkan tangannya ke kemaluan korban. Lokasinya sendiri dilakukan di rumah nenek pelaku dan korban (hubungan pelaku dan korban adalah sepupu).
“Jadi modus dari terduga pelaku ini, memegang korban dari belakang, lalu membuka celana korban dan tangannya dimasukan ke bagian kemaluan korban. Tidak sampai terjadi persetubuhan,” ucap mantan Kapolsek Ketapang, Madura itu.
Terduga pelaku, lanjut Abid, melakukan aksinya sekitar bulan November sampai Desember 2023 lalu, bermula saat orang tua korban curiga karena anaknya mengeluh sakit di bagian kemaluan. Bahkan, timbul bau dari kemaluan korban yang setelah dicek ternyata disebabkan oleh keputihan.
“Awal mulanya itu, muncul kecurigaan dari orang tua korban, karena bau tidak sedap muncul dari kemaluan korban. Setelah dicek ke dokter, ternyata ada keputihan yang tidak sembuh-sembuh. Setelah konsultasi dengan dokter dan beberapa temannya, baru lah melaporkan ke Polres Jember pada Januari kemarin,” katanya.
“Kalau dari pengakuan pelaku hanya sekali melakukan hal tersebut. Untuk kondisi korban saat ini, alhamdulillah sudah mulai membaik, dalam artian awal-awal kan mengalami trauma, kita sudah lakukan trauma healing,” sambungnya.
Dalam proses penyidikan sendiri, kata Abid, dilakukan juga proses visum untuk memastikan apakah ada luka robek atau cedera. Namun demikian, lanjutnya, ditemukan ada luka robek dari hasil visum.
“Kalau saksi ahli, sudah kita periksa dahulu sebelum kita lakukan pemeriksaan terhadap tersangka. Kalau itu kan setiap proses penanganan perkara anak ataupun cabul itu kan awalnya pasti visum. Jadi hasil visum itu yang berbunyi nanti. Nah setelah kita lakukan gelar perkara, memang memenuhi unsur,” jelas Abid.
“Alat buktinya juga sudah ada, hasil visumnya juga berbunyi bahwa memang ada luka robek di bagian kemaluan korban. Terus beberapa saksi juga sudah kita periksa maupun juga korban itu sendiri,” sambungnya.
Abid juga menyampaikan, terkait lamanya proses penyelidikan hingga penyidikan itu terjadi karena sejumlah faktor. Namun demikian, pihaknya memastikan bahwa kasus itu tetap berlanjut.
“Ada beberapa faktor yang mempengaruhi lamanya proses penyelidikan hingga penyidikan. Kalau satu perkara itu kan, tidak bisa kita menentukan cepat atau lambatnya. Tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhi itu apa saja,” jelasnya.
Untuk barang bukti yang diamankan, katanya, berupa pakaian yang digunakan saat aksi pencabulan terjadi. Sedangkan saksi yang diperiksa berjumlah 5 orang.
“Kalau saksi ada 5 orang. Barang buktinya ada beberapa pakaian, pengakuan pelaku melakukan di rumah sesama keluarganya. Pelaku melakukan itu dalam keadaan sepi pastinya, tidak mungkin dia melakukan hal seperti itu dalam kondisi yang rame. Namun memang ada beberapa orang yang ada di sekitar situ. Nah itu saksi-saksi yang kami periksa juga masih keluarga korban dan pelaku,” jelasnya.
“Kalau dari terduga pelaku sendiri kita kenakan Pasal 82 Ayat 1 Juncto 76E UUD No 17 Tahun 2016. Terus yang kedua UUD 23 Tahun 2000 tentang perlindungan anak. Kalau ancamannya minimal 5 tahun, maksimal 15 tahun penjara,” tambahnya. (amb/mzm)