Jember, SERU.co.id – Nasib nahas menimpa Adindasari (19), wanita disabilitas dengan keterbelakangan mental yang tinggal seorang diri di sebuah rumah di Dusun Gumuk Limo, Desa Nogosari, Rambipuji, Jember. Adinda tewas usai kamar tidurnya terbakar saat dia tengah tertidur pulas.
Kebakaran yang menghanguskan ruangan kamar berukuran 3×3 meter itu terjadi, pada Kamis (18/7) sekitar pukul 03.30 WIB. Tak ada orang yang mengetahui kejadian tersebut, sehingga menyebabkan korban terjebak dan ikut terbakar.
Kanit Reskrim Polsek Rambipuji, Bripka Bambang Febri mengatakan, kebakaran diduga terjadi akibat sebuah obat nyamuk yang masih menyala mengenai selimut yang digunakan korban saat tidur, sehingga memicu api dan membakar kasur serta korban.
“Benar, korban memang diketahui tinggal seorang diri di rumahnya. Kalau keterangan keluarga, korban ini memang memiliki fisik yang kurang sempurna (disabilitas), kemudian juga mengalami keterbelakangan mental,” ujar Bambang, Jum’at (19/7/2024) sore.
“Saat peristiwa itu terjadi, korban masih tertidur pulas dan tidak ada orang yang tahu. Dugaan penyebab kebakaran adalah akibat obat nyamuk yang mengenai selimut sehingga membakar kasur dan korban,” sambungnya.
Lebih lanjut, Bambang mengatakan, saat ini pihaknya masih melakukan penyelidikan terkait penyebab pasti kebakaran. Bahkan, tim Inafis dari Polres Jember juga datang ke lokasi untuk melakukan olah TKP dan mengumpulkan beberapa barang bukti untuk diidentifikasi.
“Proses lidik masih kami lakukan, kami juga berkoordinasi dengan Tim Inafis Polres Jember untuk proses identifikasi beberapa barang bukti yang dikumpulkan di TKP,” ulasnya.
Saat itu, lanjut Bambang, pihak keluarga memang tidak langsung melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwenang seperti RT atau RW. Bahkan, keluarga korban juga berkenan untuk dilakukan proses autopsi.
“Korban langsung dimakamkan oleh pihak keluarga pada pukul 07.00 pagi usai kejadian,” bebernya.
“Jadi memang, pihak keluarga ini karena panik dengan musibah itu, tidak sempat melaporkan pada RT maupun RW. Pihak keluarga juga menerima apabila kita melakukan proses autopsi pada jasad korban. Namun kami juga masih menunggu arahan dari Polres Jember,” sambungnya.
Sementara itu, berdasarkan pengakuan dari ibu kandung korban bernama Siti Fatimah (43) mengatakan, korban memang tinggal terpisah dengan dia dan saudaranya. Diketahui, korban merupakan anak bungsu dari 3 bersaudara.
“Memang anak saya Dinda ini tinggal sendirian di rumah terpisah, jaraknya dekat dari rumah saya ini di sebelah utara situ. Dulu dia (korban) tinggal bersama ibu dan bapak saya (kakek nenek korban). Tapi beliau berdua sudah meninggal dunia sekitar setahun yang lalu,” jelasnya.
“Rumah itu juga baru berdiri sekitar 2 tahun lalu saat orang tua saya masih ada. Kalau dulu (korban) ya tinggal sama saya satu rumah. Tapi saat itu neneknya bilang kesepian karena kakeknya sudah meninggal dulu. Sehingga meminta agar anak saya ini tinggal disana. Sampai neneknya juga meninggal bahkan sampai dia meninggal kemarin juga masih tinggal di rumah itu,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Fatimah menjelaskan, kondisi anaknya memang telah mengalami cacat fisik dan mental sejak masih kecil. Kondisi kakinya panjang sebelah dan salah satu tangannya tidak bisa digerakkan sebagaimana mestinya.
“Dari kecil anak saya memang sudah begitu (cacat fisik dan mental), bahkan tidak bisa bicara. Saya juga sempat merantau selama 13 tahun di Jakarta untuk cari nafkah, karena bapaknya (korban) ini juga sudah meninggal dunia. Baru kembali ke Jember ini sekitar tahun 2018,” ucapnya.
“Meskipun kakek neneknya sudah meninggal, anak saya tetap tinggal disitu karena dia sering merusak barang-barang disini. Jadi biar aman ya tetap tinggal disana, tapi tetap kami rawat,” sambungnya.
Selama tinggal sendiri di rumah tersebut, kata Fatimah, korban juga tetap mendapat perawatan dan perhatian dari pihak keluarga. Dia (korban) rutin diberi makan 3 kali sehari oleh bibinya yang bernama Siti Qomariyah.
“Bibinya rutin ngasih makanan ke anak saya, bahkan kalau makan itu disuapin. Kalau malam juga memang diberi obat nyamuk, karena kan rumah itu dekat dengan kebun, jadi banyak nyamuknya,” bebernya.
Saat ini, Fatimah menjelaskan, dia tinggal bersama anak keduanya yang rutin bekerja sebagai buruh tani untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
“Ya kalau sekarang yang cari nafkah itu anak-anak saya, karena kondisi saya juga sudah tidak bisa bekerja. Anak saya yang pertama cewek itu kerja di Semarang, kalau yang kedua laki-laki kerja jadi buruh tani di Puslit Jenggawah,” ucap Fatimah.
Namun demikian, dia berharap agar tidak beredar kabar miring tentang kematian anaknya. Bahkan dia juga tidak ingin masyarakat berpikiran negatif tentang kejadian tersebut.
“Ini musibah, jadi tolong jangan berkata yang tidak-tidak. Saya terus terang juga terpukul dengan kejadian ini. Anak saya (korban) selama masih hidup masih kami rawat sebagaimana mestinya,” pungkasnya. (amb/mzm)