Malang, SERU.co.id – Adanya ketidaksinkronan antara kebijakan pemerintah pusat dengan pelaksanaan di tingkat daerah. Tim Program Studi (Prodi) Sarjana Administrasi Pendidikan Universitas Brawijaya mengunjungi SD Negeri 2 Dampit, Kamis (2/5/2024). Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pendidikan inklusi di sekolah tersebut.
Tim Prodi (Dr Hermawan MSi, Dr Abd Qadir Muslim MPd dan Aulia Luqman Aziz MPd) mengatakan, ada banyak anak usia sekolah di sekitar Dampit yang berkebutuhan khusus. Namun daya tampung sekolah sangat terbatas, maka tidak jarang sekolah harus menolak calon siswa.
“Padahal saat ini justru semakin banyak anak didik berkebutuhan khusus dititipkan di sekolah umum inklusi, dibandingkan di SLB (Sekolah Luar Biasa, red). Lantaran pertimbangan biaya. Keadaan ini tidak boleh dibiarkan, dan harus ada perhatian khusus dari pemerintah pusat,” seru Hermawan, Kamis (2/5/2024).
Salah satu upaya perhatian yang perlu diberikan, dengan memperjelas status para guru pendidikan inklusi. Sebab rekan-rekan Guru SLB lebih mudah mendapatkan status kepegawaian.
“Dengan cara memperjelas status para guru inklusi. Meskipun sama-sama memiliki kemampuan mendampingi ABK (Anak Berkebutuhan Khusus, red), mereka kurang beruntung. Jika dibandingkan rekan-rekan mereka guru SLB yang lebih mudah mendapatkan status kepegawaian,” terangnya.
Tim prodi melakukan observasi dan pengambilan data secara langsung untuk sebuah rancangan penelitian yang disusun oleh Jauharah Haniyah. Hani, panggilan akrabnya, merupakan seorang mahasiswa disabilitas rungu yang tertarik mengetahui pelaksanaan pendidikan inklusi di sekolah tersebut.
“Topik penelitian Hani ini baru pertama kali diangkat di antara mahasiswa bimbingan kami. Sehingga kami terdorong untuk ikut mengetahui bagaimana pendidikan inklusi di sekolah ini,” ucap Hermawan.
Senada, Kepala SDN 2 Dampit, Sulistyowati SPd MM menjelaskan, sekolah ini sudah lama menerima SK untuk pendidikan inklusi dari pusat. Namun hingga kini belum banyak fasilitas atau dukungan nyata yang diberikan oleh pemerintah terhadap pelaksanaannya.
“Kami hanya punya satu GPK (Guru Pendamping Khusus, red.). Sementara ada 16 siswa dengan kebutuhan khusus yang kami terima, tentu kondisi ini cukup memberatkan,” jelas wanita kelahiran Dampit ini.
Ada banyak upaya kepada satu-satunya GPK yang ada di sekolah untuk memastikan status kepegawaiannya. Seperti mengikuti seleksi PPPK maupun CPNS namun upaya itu menemui hambatan. Status GPK di SDN 2 Dampit saat ini masih berstatus sebagai Guru Tidak Tetap (GTT).
“Ketika Ibu Indri (nama GPK, red.) ini hendak mendaftar, ternyata tidak ada formasinya (guru inklusi), sehingga gagal mendaftar. Akhirnya sekarang kami dorong untuk mengikuti PPG dulu, karena kami membutuhkan keahliannya,” terangnya lebih lanjut.
Sebagai informasi, SDN 2 Dampit adalah satu-satunya sekolah negeri di wilayah Kecamatan Dampit Kabupaten Malang. Dimana mendapat mandat langsung dari Kemendikbudristek untuk menerapkan pendidikan inklusi. (ws11/rhd)