Malang, SERU.co.id – Sebagai mahasiswa perantauan yang mengenyam pendidikan tinggi di Kota ‘Pendidikan’ Malang, sangat merasakan pahitnya dampak pandemi Covid-19. Bahkan bisa dibilang lebih miris, lantaran beberapa diantaranya sudah tak lagi menerima kiriman uang dari orang tua, karena kondisi perekonomian orang tuanya acakadut. Jangankan kirim uang, hidup di kampung pun kesulitan.
Kalaupun ada uang kiriman yang tak seberapa, habis untuk beli makanan lebih mahal di warung bukan langganan, lantaran warung langganan sekitar kos dan kampus tutup. Belum lagi buat beli kuota untuk kuliah dalam jaringan (daring) atau online. Meski tak cukup bertahan hidup sebulan, ironisnya mereka dipaksa harus bertahan hingga akhir semester genap.
“Alasan mahasiswa tak pulang kampung atau mudik ini beragam. Selain karena anjuran pemerintah untuk mencegah penyebaran penularan Covid-19, juga karena akses ditutup dan moda transportasi tidak ada. Seperti yang dialami mahasiswa Papua dan NTT, yang Pemdanya me-lockdown bandaranya,” ungkap Dr Nur Subeki, ST, MT, WR III UMM.
Disebutkan wakil rektor yang baru dilantik 22 April lalu, sekitar 1.056 mahasiswa UMM luar daerah memilih tetap tinggal di Malang. Sebagai bentuk kepedulian, UMM menyuplai sembako tiap kos mahasiswanya dengan estimasi kebutuhan seminggu. “Pada kenyataannya, tak hanya mahasiswa UMM yang menikmati, namun juga mahasiswa PTN dan PTS lain yang tinggal di kos tersebut. Karena memang mengalami hal yang sama,” ungkap Nur Subeki, sembari menambahkan UMM juga memberikan subsidi potongan SPP Rp 1 juta untuk semester genap dan ganjil.
Sementara itu, Universitas Brawijaya (UB) melalui BEM telah menyalurkan 400 paket sembako untuk 400 mahasiswa pada pekan pertama. Bantuan ini ternyata belum merata, seiring komplain mahasiswa karena tidak tahu jika harus mendaftar lebih dulu. Hingga diputuskan pada minggu kedua bantuan ditambah dan dibagikan 1.000 paket sembako.
“Mahasiswa UB yang masih tinggal di Malang sekitar 2.505 orang, namun itu belum bisa diklasifikasikan prioritas yang membutuhkan. Untuk memenuhi kebutuhan donasi, penggalangan dari donasi gaji dosen, donasi alumni, dan lainnya. UB juga memberikan bantuan pulsa dari Telkomsel dan Indosat. Selain itu, bantuan UKT Rp 500 ribu untuk 7.000 mahasiswa,” jelas Ketua Tim Advokasi Kebijakan Publik UB untuk Penanggulangan Penyebaran Covid-19, Unti Ludigdo, ditemui di Balaikota Malang dalam suatu kesempatan.
Data sementara jumlah mahasiswa luar daerah dan mahasiswa asing yang masih tinggal di Malang, diantaranya UB 2.505 orang, UMM 1.056 orang, Unisma 771 orang, Unidha 1.182 orang, ITN 484 orang, Unikama 1.468 orang, dan lainnya. “Data tersebut belum diverifikasi lebih lanjut mana yang sangat membutuhkan atau tidak. Masih kami kumpulkan dan pilah datanya. Berbagai upaya sudah dilakukan tiap kampus, baik pembagian sembako, subsidi pulsa untuk kuliah daring, potongan UKT dan lainnya,” ungkap Prof Dyah Sawitri, Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Komisariat IV.
Sementara itu, salah satu mahasiswi Unidha yang mendapatkan bantuan dari kampus, Mercy Billy, asal Sumbawa Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, mengaku bersyukur masih bisa bertahan hidup dengan mengandalkan beberapa bantuan. Mereka memilih bertahan di Malang, lantaran mengikuti himbauan pemerintah dan kampus untuk tetap tinggal di Malang, selain kekhawatiran tertular saat perjalanan jika memilih pulang.
“Orang tua kami petani. Karena tidak diperbolehkan keluar rumah, jadi tidak bisa bekerja. Kiriman uang pun tak ada sekitar 2 bulan ini. Selama ini kami dibantu dari pihak gereja. Dengan bantuan dari kampus ini, kami bersyukur dan mengucapkan terima kasih. Setidaknya kami bisa makan dalam sehari-hari,” ungkap mahasiswi semester 4 jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Unidha.
Menanggapi hal ini, Pemkot berupaya untuk memberikan bantuan pada mahasiswa rantau di Kota Malang, tanpa menyalahi aturan yang telah berlaku. “Sedang kami upayakan dengan metode hibah pada Perguruan Tinggi. Saat ini sedang kami komunikasikan dengan Kementerian Keuangan. Korsupgah juga menyarankan untuk koordinasi semua pihak agar tepat sasaran, utamanya melibatkan kampus,” ungkap Walikota Malang Sutiaji, sembari menambahkan alternatif penggunaan dana SILPA yang kini menjadi sorotan, agar lebih bermanfaat dalam mengatasi permasalahan sosial-ekonomi akibat Covid-19.
Pemkot Malang akan berkoordinasi dengan Pemda asal mahasiswa dalam rangka memberikan bantuan pada mahasiswa terdampak, agar tidak terjadi tumpang tindih dengan berbagai bantuan lainnya yang telah diberikan. Sehingga bantuan yang ada, dapat dirasakan secara merata oleh masyarakat lainnya, termasuk didalamnya adalah mahasiswa rantau.
“Koordinasi ini penting kami lakukan, karena di masing-masing kampus telah memiliki Satgas Covid-19 yang juga menjalankan kegiatan penanganan Covid -19. Sehingga nantinya ada keselarasan program kegiatan dengan Satgas Kota Malang,” tandas Sutiaji. (rhd)