Ngawi, SERU.co.id – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Ngawi melaui Bidang Sumberdaya Manusia Kesehatan Farmasi Makanan dan Alat Kesehatan (SDK) dan Bidang Pelayanan Kesehatan (Yankes) gencar lakukan sosialisasi dan pelatihan higienis.
Menurut Kepala Bidang SDK Dinkes Kabupaten Ngawi Agung Kurniawan, pelatihan dan sosialisasi ini merupakan bagian dari pembinaan kepada pengusaha rumah makan dan pelaku kuliner. Hal ini sebagai rangkaian untuk diterbitkannya SLHS ( Sertifikat Layak Higienis Sanitasi.
“Adanya pelatihan ini, mengajak para pelaku kuliner untuk bisa memilih, menyimpan dan mengolah bahan makanan yang tidak membahayakan konsumen. Tak hanya itu mereka juga harus menjamin kualitas makanan makanan agar tetap sehat saat dikonsumsi,” ungkapnya, Selasa (12/06/2023).
Penerbitan SLHS ( Sertifikat Layak Higienis Sanitasi) dapat menjadi standar pelaku usaha kuliner seperti cafe, restoran dan rumah makan menjamin makanan atau dagangannya aman dan sehat untuk dikonsumsi. Standar tersebut seperti pemilihan, penyimpanan, pengolahan dan penyajian bahan makanan serta infrastruktur yang mencakup sanitasi hingga keamanan tempat usaha.
SLHS sendiri adalah sertifikat kemahiran penjamahan tenaga manusia terutama juru masak yang langsung bersentuhan dengan bahan makanan dan sanitasi layak konsumsi. Pelatihan ini biasanya dilaksanakan dalam bentuk pelatihan kepada para juru masak dan pemilik usaha agar dalam mengelola usaha kulinernya juga mengutamakan kesehatan konsumen.
Saat ini usaha bisnis kuliner di Kabupaten Ngawi menjamur dampak dari Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui Sistem Online Single Submission (OSS). Sebelumnya, pada Maret (15/3) diadakan sosialisasi dan pelatihan dan diikuti oleh 15 pelaku usaha dari 30 undangan yang disebar. Hasilnya 9 sertifikat telah diterbitkan oleh Dinkes pada Mei lalu.
Tak hanya makanan, kelayakan infrastruktur tempat usaha seperti tempat pencucian, pembuangan air hingga tempat pembuangan akhir harus sesuai dengan rekomendasi dari Dinkes.
“Saat melakukan aktifitas mengolah makanan, juru masak harus sehat ( tidak boleh dalam keadaan sakit) dan ruang masak juga harus standar, contohnya keberadaan alat pemadam kebakaran harus bisa berfungsi dengan baik,” terangnya.
Sayangnya, penerbitan SLHS yang wajib dimiliki oleh pelaku usaha masih sebatas himbauan. Selain belum ada aturan yang baku juga uji lab yang syaratkan juga menelan biayanya dan ditangung pelaku usaha.
“Tidak hanya juru masak dan sarana prasarana, juga bahan baku yang digunakan standarnya harus diuji lab. Faktanya hal ini masih menjadi kendala sebab biayanya juga tidak murah, itupun harus ditanggung pemilik usaha,” jelasnya.
Meski begitu, menurut Agung, sosialisasi dan pelatihan tentang higienis penjamahan makanan dan sanitasi ini harus tetap dilakukan agar seimbang dengan pertumbuhan usaha kuliner.
“Lepas dari kendala yang ada, setidaknya kontrol dan pantauan terus kami lakukan melalui petugas puskesmas terdekat,” tutupnya. (nug/ono)