Malang, SERU.co.id – Minimnya literasi dan informasi terkait layanan kegawatdaruratan dan non kegawatdaruratan yang dialami peserta BPJS Kesehatan masih cukup tinggi. Di sisi lain, para tenaga kesehatan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan tensi pekerjaan tinggi, kadang dituntut memberikan layanan ramah dan maksimal.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Malang Raya, dr Roni Kurnia Hadi Permana MMRS AAK mengakui, masih sedikit masyarakat yang paham terkait tingkat sakit (ringan atau gawat) yang dialami. Apakah harus ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti dokter keluarga, Puskesmas, klinik pratama. Atau langsung menuju ke IGD rumah sakit, klinik utama atau Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), agar bisa segera ditangani.
“Secara regulasi, BPJS Kesehatan tidak pernah menolak pasien untuk ditangani oleh faskes pertama maupun faskes lanjutan. Hanya saja kasus kegawatdaruratan maupun tidak, itu berdasarkan triase yang dilakukan oleh dokter di unit kesehatan tersebut,” seru dr Roni, sapaan akrabnya.
Triase (triage) adalah sistem untuk menentukan pasien yang diutamakan memperoleh penanganan medis terlebih dulu di Instalasi Gawat Darurat (IGD), berdasarkan tingkat keparahan kondisinya. Kriteria gawat darurat ditetapkan oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP).
Sebagaimana Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan mengatur tentang Pelayanan dalam Keadaan Gawat Darurat. Adapun kriteria yang disebut pasien gawat darurat medis, di antaranya:
– Mengancam nyawa, membahayakan diri dan orang lain atau lingkungan.
– Adanya gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi.
– Adanya penurunan kesadaran.
– Adanya gangguan hemodinamik (dinamika dari aliran darah).
– Memerlukan tindakan segera.
“Apabila masuk ke dalam salah satu kriteria di atas, peserta bisa langsung menuju IGD RS terdekat, tanpa harus menyertakan surat rujukan. Dokter jaga atau Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) akan memprioritaskan dan menangani terlebih dahulu agar pasien selamat,” tegas dr Roni.
Sebaliknya, jika sakitnya dirasa ringan, disarankan pasien menuju ke faskes pertama atau FKTP. Nantinya, dokter akan melakukan pemeriksaan, apakah pasien cukup ditangani di FKTP. Atau harus mendapatkan layanan FKRTL di rumah sakit atau klinik utama.
“Ketika sesuai regulasi, maka semua biaya akan dicover oleh BPJS Kesehatan. Jika tidak sesuai regulasi, pasien akan diberikan pemahaman akan ditanggung sendiri,” jelasnya.
Terkait pelayanan FKTP di luar jam kerja atau hari libur, pasien sakit ringan disarankan untuk berisitirahat total. Jika memungkinkan, mengobati sendiri menggunakan obat-obatan yang ada. Hingga FKTP membuka layanan di hari efektif.
“Atau bisa melakukan konsultasi kesehatan melalui aplikasi Mobile JKN. Nantinya dokter akan memberikan suggest apa yang harus dilakukan pasien diagnosa ringan,” tandasnya.
Sementara itu, Sekretaris IDI Malang Raya, dr Harnowo menjelaskan, suasana di ruang IGD sudah sedemikian hectic (sibuk sekali, red). Antara energi yang terkuras, konsentrasi dan emosi menjadi satu, baik antara pasien, keluarga pasien maupun tenaga kesehatan dan dokter jaga.
“Saran saya, tenaga kesehatan atau dokter jaga di rumah sakit sebaiknya di rolling setiap 2-3 jam sekali. Agar emosinya terkendali dan tenaganya terecovery,” tegas dr Harnowo.
Dengan SDM yang fresh, tentunya pelayanan yang diberikan akan lebih maksimal. Ketika komunikasinya enak, maka informasi yang diberikan akan lebih mudah dipahami dan tidak terjadi miskomunikasi.
“Untuk BPJS, sekiranya diagnosis agak lebih disimpelkan. Sehingga akan mempermudah layanan dan pemahaman masyarakat untuk lebih mudah menerima,” tandasnya.
Sebagai informasi, data Universal Health Coverage (UHC) di BPJS Kesehatan cabang Malang di wilayah Malang Raya. Tercatat per 1 Juni 2023, jumlah kepesertaan BPJS dan mandiri serta UHC di wilayah:
– Kabupaten Malang 2,618.710 jiwa, dengan UHC 98,70 persen
– Kota Malang 933,604 jiwa, dengan UHC 107,68 persen
– Kota Batu 217.178 jiwa, dengan UHC 100,48 persen.
Koordinator Tim Pelayanan Kesehatan Rujukan Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, Nuryani Mubayin bersama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI). Akan melakukan pengawalan secara langsung terhadap kualitas
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan kepada peserta JKN.
“Pada prinsipnya kami di dinas kesehatan akan mengawasi, membina dan monitoring pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan di Kabupaten Malang,” ungkap Nuryani.
Senada, Pengurus Persi Komisariat Wilayah Malang, dr Cecilia Widijati menyampaikan, pihaknya turut membina rumah sakit untuk patuh dan menjalankan aturan. Serta komitmennya dalam perjanjian kerja sama, salah satunya dengan BPJS Kesehatan.
“Kriteria pelayanan di IGD itu tidak sesuai dengan antrean, tetapi berdasarkan kegawatdaruratan. Ketika kasus itu mengancam jiwa, maka dia akan didahulukan. Dan yang menentukan kegawatdarurat adalah dokter penanggung jawab IGD, dan ini juga yang menjadi salah satu kriteria penetapan diagnosis pasien,” pungkas Cecilia. (rhd)