Polisi Amankan 10 Saksi, Psikolog-P2TP2A Dampingi Kasus Pencabulan Kekerasan Anak

Polresta Makota gelar preskon resmi soal kasus pencabulan dan kekerasan anak. (jaz) - Polisi Amankan 10 Saksi, Psikolog-P2TP2A Dampingi Kasus Pencabulan Kekerasan Anak
Polresta Makota gelar preskon resmi soal kasus pencabulan dan kekerasan anak. (jaz)

Malang, SERU.co.id – Babak baru kasus pencabulan dan kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh anak dibawah umur masih terus didalami Polresta Malang Kota. Total 10 saksi telah diperiksa dengan pendampingan psikolog dan dinas terkait.

Kapolresta Malang Kota, AKBP Budi Hermanto SIK MSi mengungkapkan, Senin (22/11/2021) malam telah mengamankan 10 orang yang diduga melakukan suatu tindak pidana kekerasan dan pencabulan. Korban dan pelaku mendapat pendampingan dari Dinsos melalui Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).

Bacaan Lainnya

“Kami bekerjasama dengan psikolog, P2TP2A dan Bapas dalam penanganan kasus ini,” seru AKBP Budi Hermanto, di lobi Polresta Malang Kota, Selasa (23/11/2021).

Polresta Makota tengah mendalami kasus tersebut, namun tetap menjaga kondisi korban. Salah satunya bersama Tim Trauma Healing, supaya titik terang kasus tersebut jelas dan langsung dari korban.

“Dibantu P2TP2A untuk membantu menstabilkan kondisi, sehingga kita bisa mendapatkan keterangan dari korban,” paparnya.

Menurut Buher, sapaan akrabnya, Satreskrim Polresta Makota dalam hal ini unit PPA menangani dua perkara. Pertama, dugaan pencabulan terhadap korban yang sama. Kedua, pengeroyokan ataupun merampas kemerdekaan orang.

Pasalnya, setelah istri dari si pelaku mengetahui kejadian tersebut. Justru membawa beberapa temannya untuk menginterograsi, menanyakan sampai dengan melakukan tindakan kekerasan terhadap korban.

“Dari kejadian tersebut dilaporkan satu hari setelahnya. Setelah menerima laporan, polisi melihat situasi dan kondisi psikis korban ini sangat terpukul, sehingga kita masih mencoba mendalami dari alat-alat bukti lain,” ungkap lulusan Akpol 2000 berpengalaman dalam bidang reserse ini.

Selanjutnya, di hari yang sama juga pihaknya mendapat video yang viral. Tentang pelajar di bully, dianiaya, oleh beberapa orang, sehingga tim yang dipimpin oleh satreksrim melakukan pemeriksaan kepada saksi-saksi dan alat bukti.

“Kami mengamankan pakaian yang digunakan oleh para pelaku, sesuai dengan video yang viral. Termasuk handphone yang digunakan, diambil, dirampas termasuk dijual. Serta mengamankan satu handphone yang digunakan untuk merekam video itu dan dijadikan sebagai alat bukti,” paparnya.

Buher juga berpesan, mewanti-wanti kepada para pengguna media sosial untuk bijak dan tidak serta merta menyebarkan unggahan gambar atau video ke medsos. Karena dampak yang ditimbulkan bagi korban dan pelaku panjang. Terlebih terkait nama lengkap, alamat, latar belakang keluarga, hingga kronologi kejadian.

Sementara, Kasatreskrim Polresta Malang Kota, Kompol Tinton Yudha Riambodo mengaku, motif yang sudah didalami dari para pelaku, karena adanya kekesalan melihat suami dan korban tidur di kamar pelaku. Sebagai informasi, pelaku dengan sang istri masih belum sah secara hukum, yaitu sebagai pasangan siri.

“Dari sanalah membuat kekesalan teman-teman daripada istri. Inilah yang sangat memicu kejadian tersebut terkait pengeroyokan,” ungkap Kompol Tinton.

Korban dengan pelaku saling mengenal, akan tetapi sebatas teman tidak begitu akrab. Terkait pasangan suami istri terduga pelaku, belum bisa dikatakan sebagai dewasa karena masih berumur 18 tahun. Selain itu, mereka adalah pasangan siri belum resmi secara undang-undang, sehingga masih dianggap anak-anak.

“Karena pernikahannya secara agama, bukan secara hukum Indonesia,” imbuhnya.

Diketahui, pidana yang akan dikenakan terduga pelaku pada dua kasus. Pertama, kekerasan pada anak, yakni Pasal 80 UU RI Nomor 35 tahun 2014 atas Perubahan UU RI Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Atau Pasal 170 ayat 2 KUHP pidana atau Pasal 33 ayat 2 KUHP pidana.

Kedua, Pasal 81 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Perlindungan Anak ancaman hukuman lima sampai sembilan tahun penjara. Serta kekerasan dan hukuman persetubuhan selama paling lama 15 tahun penjara. (jaz/rhd)


Baca juga:

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *