Luruskan Opini, Muhadjir : Pembekalan Calon Pengantin Itu Sunnah dan Fleksibel

Kota Malang, SERU – Beberapa waktu sebelumnya, santer isu syarat menikah wajib mengikuti beberapa syarat. Salah satunya pembekalan terhadap pasangan yang akan menikah pada tahun 2020. Menanggapi isu ini, muncul opini lebih baik menikah hingga akhir tahun 2019. Jika tidak, maka pasangan yang akan menikah harus mengikuti aturan terbaru agar mendapatkan sertifikasi. Jika tak lolos, maka bersiap-siap menahan hasratnya untuk segera berkeluarga.

Meluruskan hal ini, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI (Menko PMK), Muhadjir Effendy, mengatakan pembekalan pra nikah dan pasca menikah tersebut sifatnya sunnah bagi para pengantin. Sementara bagi negara, sifatnya adalah wajib untuk memberi pembekalan.

Bacaan Lainnya

“Perlu digarisbawahi, yang wajib itu negara. Artinya negara wajib membekali. Kalau pengantinnya sunnah saja,” serunya, usai orasi ilmiah dihadapan 1.514 wisudawan UMM ke-94 dan periode ke IV tahun 2019, di Dome UMM, Sabtu (30/11/2019).

Menurut mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, pembekalan untuk calon pengantin tersebut merupakan penyempurnaan dari pembekalan yang sudah ada yang dirintis oleh Kementerian Agama. Karena sebelumnya hanya dititikberatkan pada aspek keagamaan. Sehingga nantinya jenis pembekalan calon pengantin beragam. “Namanya Kurcatin (Kursus Calon Pengantin). Nanti akan dilengkapi oleh kementerian-kementrian yang lain,” jelas Muhadjir.

Disebutkan mantan Rektor UMM ini, pembekalannya beragam mulai perencanaan berkeluarga, kesehatan berketurunan atau kesehatan reproduksi oleh Kementerian Kesehatan, hal-hal berkaitan pelanggaran dalam keluarga (misalnya kekerasan dalam keluarga, penelantaran anak, dan seterusnya) oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, akses pendanaan usaha oleh Kementerian Koperasi dan UMKM, kartu prakerja oleh Kementerian Tenaga Kerja, dan lainnya.

“Sehingga lintas kementerian, dimana tugas PMK yang berfungsi sebagai KSP (Koordinasi, Sinkronisasi dan Pengendalian). Sebelumnya saat dikelola Kemenag sudah bagus, hanya capaiannya masih rendah. Dari kira-kira 2 juta pasang pengantin, hanya bisa diberi pembekalan Kurcatin baru 157 ribu, atau sekitar 7 persen,” beber pria kelahiran Madiun, 29 Juli 1956 ini.

Pembekalan kepada pasangan calon pengantin ini tak harus dipaksakan, karena disesuaikan dengan background calon pengantin. “Kalau sudah dokter mau jadi manten ya nggak perlulah ikut pembekalan tentang kesehatan reproduksi, tentang jenis-jenis penyakit menular dan tidak menular. Malah dia kalau bisa memberi pembekalan kepada calon pengantin yang lain,” paparnya.

Contoh lainnya, imbuh Muhadjir, seorang ustadz tidak mungkin disuruh ikut pembekalan keagamaan. Malah, ustadz tersebut yang seharusnya membantu memberi pembekalan atau nasihat agama kepada calon pengantin yang lain. “Jadi sifatnya sangat luwes atau fleksibel. Nantinya ada macam moda, bisa moda daring melalui online, atau moda tatap muka melalui offline,” tandasnya. (rhd)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *