Gus Miftah Buka Suara Muktamar NU, Gus Yahya atau Kiai Said?

Gus Miftah memberikan keterangan soal tokoh calon ketua PBNU. (jaz) - Gus Miftah Buka Suara Muktamar NU, Gus Yahya atau Kiai Said?
Gus Miftah memberikan keterangan soal tokoh calon ketua PBNU. (jaz)

Malang, SERU.co.id – Menjelang Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) di Lampung pada 23-26 Desember mendatang, mencuat beberapa nama dalam bursa menuju Ketua PBNU. Gus Miftah tidak bisa menyebut nama siapa yang cocok memimpin ormas Islam yang berdiri 1926 ini.

Dua nama yang mencuat sekarang, yakni Katib Aam NU KH Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya. Selanjutnya petahana Prof Dr KH Said Aqil Siradj MA.

Bacaan Lainnya

“Tentunya siapapun dicalonkan adalah tokoh-tokoh terbaik,” seru KH Miftah Maulana Habiburrahman, nama asli Gus Miftah, di lobi Polresta Malang Kota, Sabtu (16/10/2021).

Menurutnya, tokoh PBNU itu pada hakikatnya bukan hadirin atau muktamirin, tetapi langsung pilihan Allah SWT. Sehingga dalam NU tidak ada istilah mencalonkan diri, tetapi dicalonkan.

“Pemimpin NU itu tidak ada yang ‘Me’
tapi ‘Di’. Lha, saya ini me, berarti saya tidak pantas menjadi Ketua Umum PBNU,” ujarnya, sambil tertawa.

Gus Miftah menambahkan, ada lima catatan jenis orang yang mengaku menjadi warga NU. Pertama, orang yang tidak menahu apa itu tawassuth, tawazun dan sebagainya. Tapi bangga mengaku ‘Saya NU’.

Kedua, kelompok orang tahu bagaimana sebenar NU, baik pergerakan, paham yang dibawa NU, sikap NU. Tetapi lebih memilih diam acuh dan tidak mempedulikan NU akan maju atau mundur.

“Mengaku NU, tapi mereka cuek,” beber Pimpinan Pondok Pesantren Ora Aji, Sleman, Yogyakarta tersebut.

Ketiga, kelompok orang yang hanya ingin memanfaatkan dan berambisi memperoleh jabatan dan posisi. Karena NU seksi ketika sedang dibutuhkan. Terlebih di masa perpolitikan pemilu maupun pemilihan kepala daerah.

“Slogannya ‘Yuk hidupi NU’, padahal mereka  hidup di NU,” imbuh Gus Miftah.

Keempat, orang yang saling membenci NU, tapi agar selamat mereka mengaku warga NU. Terakhir kelima, orang yang berpengetahuan, benar-benar ikhlas mengabdi kepada jam’iyah tanpa mengharapkan apa-apa.

“Jadi benar-benar gigih berjuang dari NU tanpa pamrih,” tandas pendakwah kaum marjinal kelahiran Lampung 1981 ini. (jaz/rhd)


Baca juga:

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *