Bupati Sidoarjo Nonaktif Dituntut 4 Tahun

DITUNTUT - Bupati Sidoarjo Nonaktif, Saiful Ilah dituntut 4 tahun penjara bersama 3 anak buahnya Sanajihitu Sangaji 3 tahun, Judi Tetra Hastoto 3 tahun dan Sunarti Setyaningsih 2 tahun penjara dalam sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Juanda, Senin (14/09/2020) sore.

Sangaji 3 Tahun, Judi 3 Tahun dan Naning 2 Tahun Penjara

Sidoarjo, Seru.co.id – Usai menjalani persidangan panjang selama hampir 4 bulan, akhirnya Bupati Sidoarjo nonaktif Saiful Ilah dituntut hukuman 4 tahun penjara dalam sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juanda, Sidoarjo, Senin (14/09/2020) sore. 

Sementara ketiga anak buahnya, mendapatkan tuntutan lebih ringan. Rinciannya untuk terdakwa Sanajihitu Sangaji 3 tahun, Judi Tetra Hastoto 3 tahun dan Sunarti Setyaningsih (Naning) dituntut 2 tahun penjara.

Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya di Juanda, Sidoarjo menilai terdakwa Saiful Ilah dianggap terbukti melanggar Pasal 11 Undang-undang Tipikor junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. “Karena itu, kami meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana selama empat tahun dan denda Rp 200 juta. Ketentuannya jika tidak dibayar diganti dengan hukuman penjara selama enam bulan,” ujar JPU KPK, Arif Suhermanto membaca tuntutan di hadapan majelis hakim.

Tidak hanya itu, untuk terdakwa Saiful Ilah JPU juga menuntut terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 600 juta. Namun, karena ada Rp 350 juta yang sudah disita KPK, sehingga terdakwa Saiful Ilah wajib membayar Rp 250 juta. Uang pengganti ini, harus dibayar maksimal satu bulan setelah kasus memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah). “Kalau tidak dibayar, disita harta bendanya dan jika tidak ada akan diganti dengan hukuman pidana penjara selama dua tahun,” imbuhnya.

Dalam tuntutan itu, ada sejumlah hal yang meringankan dan memberatkan bagi terdakwa. Hal-hal yang meringankan, diantaranya terdakwa sudah tua (sepuh). Sedangkan yang memberatkan, terdakwa dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Apalagi, terdakwa tidak pernah menyesali perbuatannya dan tidak konsisten dalam memberikan keterangan selama proses persidangan berlangsung. “Seharusnya perbuatan dilakukan terdakwa. Karena sebagai kepala daerah, terdakwa tidak memberi tauladan yang baik. Perbuatannya juga menciderai kepercayaan masyarakat,” tegasnya.

Seusai persidangan, Saiful Ilah tetap ngotot tidak mengaku bersalah. Dirinya menyatakan tidak pernah meminta-minta uang kepada anak buahnya (dinas) atau kepada kontraktor (rekanan) di Sidoarjo. “Sumpah saya tidak pernah meminta-minta seperti itu,” tukasnya.

Ketua Tim Pengacara Saiful Ilah, Samsul Huda menilai JPU KPK menuntut kliennya berdasar penafsirannya sendiri. Selain itu, tuntutannya hanya berdasarkan petunjuk, tanpa ada pembuktian yang kuat. Padahal KPK memiliki kemampuan besar.  “Seharusnya gampang jika mau membuktikan. Tapi klien kami memang tidak menerima uang seperti yang dituduhkan. Senin depan, kami bakal menyampaikan semua bantahannya dalam pledoi. Kami bakal membantah dengan menyampaikam fakta-fakta yang ada,” jelasnya.

Sebelum sidang tuntutan untuk terdakwa, Saiful Ilah digelar sidang tuntutan untuk Kepala Dinas PUBMSDA Sunarti Setyaningsih (Naning), Kebag ULP Sanajihitu Sangaji dan Kabid Jalan dan Jembatan Dinas PUBMSDA, Judi Tetrahastoto. 

Dalam tuntutan itu, Naning dituntut hukuman penjara selama dua tahun dan denda Rp 100 juta, subsider 6 bulan penjara. Selain itu, diwajibkan mengembalikan uang suap Rp 225 juta yang diterimanya. Tapi karena uang sudah disita, dia tak perlu membayar.  “Terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 11 Undang-undang Tipikor junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” tandas JPU KPK, Dodi Sukmono membaca tuntutan untuk tiga terdakwa dari kalangan pejabat Pemkab Sidoarjo itu.

Dodi menjelaskan Naning dituntut paling ringan dengan pertimbangan meringankan karena mengakui semua perbuatannya dan menyesal. Naning miliki tiga anak dan suaminya meninggal dunia ketika Naning masih menjalani proses sidang di Pengadilan Tipikor.

Untuk terdakwa Judi Tetrahastoto dituntut hukuman penjara selama tiga tahun dan denda Rp 150 juta subsider 6 bulan hukuman penjara. Pasalnya sama dengan Naning. Pertimbangan meringankan juga sama, Judi mengakui semua perbuatannya dan menyesalinya. 

Terdakwa Judi juga diwajibkan membayar pengganti Rp 450 juta. Namun karena sudah ada Rp 230 juta yang disita KPK, sehingga dia wajib mengembalikan Rp 230 juta.  Kewajiban itu, wajib dibayar maksimal satu bulan setelah perkara inkrah. Jika tidak, harta bendanya disita. Dan jika tak ada, maka harus diganti hukuman penjara selama satu tahun. 

Pasal yang sama juga dijeratkan kepada terdakwa Sangaji. Sangaji juga dituntut hukuman penjara selama tiga tahun dan denda Rp 150 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, Sangaji juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp 300 juta. Karena Rp 100 juta sudah disita dari terdakwa dan Rp 90 juta dari Pokja ULP, Sangaji hanya wajib mengembalikan Rp 110 juta. Jika tidak dibayar, diganti dengan hukuman 1 tahun.

Pertimbangan meringankan juga sama, karena mengakui dan menyesali perbuatannya. Demikian halnya pertimbangan memberatkan, semua sama. 

Kasus korupsi berjamaah ini terungkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh tim penyidik KPK di Pendopo Delta Wibawa Sidoarjo 7 Januari 2020 lalu. Sebelumnya, dua kontraktor Ibnu Gofur dan Totok Sumedi sebagai penyuap dalam pengadaan proyek di lingkungan Pemkab Sidoarjo dijatuhi hukuman masing-masing 1 tahun 8 bulan penjara. (wan/ono)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *