Begini Saran Pakar Tentang Air Ibukota di Kalimantan Timur

Kota Malang, SERU

Sebagai pakar dari perguruan tinggi, Ikatan Alumni Universitas Brawijaya (IKA UB) merasa tersentil akan rencana pemindahan ibukota ke Kalimantan Timur. Pasalnya, dari segi kajian perlu dilakukan upaya percepatan, terobosan, dan antisipasi terhadap kemungkinan lain yang tidak diinginkan. Salah satunya, Tata Kelola Air Baku dan Air Bersih di Kawasan Ibukota Negara Baru Kalimantan Timur, yang diusung sebagai tema Forum Group Discussion (FGD) Ahli IKA UB, di Aula Fakultas Teknik lantai 2, Rabu (4/9/2019).

Menanggapi rumor yang beredar terkait pemindahan ibukota ke Kalimantan Timur, sebagian besar masyarakat menilai kebijakan tersebut dinilai kurang siap atau tergesa-gesa. Pasalnya, di tengah tingginya hutang luar negeri Indonesia, tentunya akan banyak anggaran biaya yang bakal dikeluarkan entah darimana sumbernya. Padahal, belum tentu anggaran tersebut dapat mengcover keseluruhan insfratruktur prioritas yang dibutuhkan.

Hadir sebagai para pemateri, diantaranya Direktur Bina Penatagunaan Sumber Daya Air, Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR, Ir Fauzi Idris, ME; Direktur Utama Perum Jasa Tirta I, Raymond Valiant Ruritan; dan Guru Besar Fakultas Teknik UB, Prof Dr Ir Mohammad Bisri, MS.

Peserta praktisi dari IKA UB, menyimak pemaparan pemateri. (rhd)

Direktur Bina Penatagunaan Sumber Daya Air, Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR, Ir Fauzi Idris, ME, mengatakan ada beberapa potensi air menggunakan air baku eksisting dan alternatif air baku lainnya di kawasan Kalimantan Timur. “Untuk air baku eksisting menggunakan air baku dari Bendungan Manggar, Bendungan Teritip, Loa Kuku dan Intake Kalhol. Untuk alternatif lainnya, menggunakan Embung Aji, Intake Loa Kulu, Bendungan Samboja, Bendungan Lambakan, Bendungan Sepaku Semoi. Saya rasa itu sudah cukup,” jelas Fauzi Idris.

Sementara Prof Dr Ir Mohammad Bisri, MS, mengatakan wacana pemindahan ibukota sudah lama, dan akan segera direalisasikan. Terkait sumber air, merujuk pendapat PUPR ada potensi. Tekniknya melalui waduk atau bendungan. Namun yang perlu dipikirkan, teknik dan waktu distribusi air dari waduk menuju ibukota. “Kementerian PUPR harus segera membuat detail desain yang jelas, baik, dan benar terkait target pelaksanaan, distribusi air, teknologi yang digunakan, dan lainnya. Bagaimana distribusi terkait jarak waduk dengan lokasi ibukota, target pembangunan dan penyelesaiannya kapan, dan lainnya. Padahal sertifikasi waduk saja itu 2 tahun. Sementara metode menyuling air laut itu mahal dan susah,  contohnya Arab Saudi. Karena mahalnya, itu bukan alternatif. Siapkah keuangan kita?” seru mantan Rektor UB periode sebelumnya ini.

Disebutkan Bisri, air tanah di Kaltim sangat susah, hanya mengandalkan air permukaan atau air sungai dari hujan. Dan saat kemarau ini penduduk merasakan kesulitan air. “Dengan kondisi seperti ini saja masih kesulitan air, apalagi nanti diprediksi jumlah penduduk bisa mencapai 5 juta jiwa. Kan timbul masalah baru. Harus dibangun waduk dulu, tapi itu butuh waktu. Sementara kebutuhan air itu mendesak,” terang Pengasuh Ponpes Bahrul Maghfiroh ini.

Direktur Utama Perum Jasa Tirta I, Raymond Valiant Ruritan, menyarankan agar pemerintah belajar dari pengolahan tol. Dimana urusan air jangan diserahkan kepada pihak swasta, namun diberikan kepada BUMN atau BUMD dengan menggunakan konsep KBBU. Artinya titik beratnya pada kemanfaatan dan masyarakat. “Sumber dana APBN hanya 19 persen, sisanya harus dari sumber pendanaan lainnya yang dijamin negara. Sebab negara harus hadir untuk kepentingan rakyat sebagai kebijakan langkah Water Governance,” terang Raymond. (rhd)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *