Malang, SERU.co.id– Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang dibawah bimbingan dosen Teknologi Pengelolaan Pangan, Siswi Astutik, membuat inovasi pemanfaatan limbah ikan menjadi kecap manis. Gagasan yang lahir sejak 2016 ini, melahirkan sebuah prodak kecap hitam tanpa kedelai dengan rasa yang lezat dan kandungan protein yang cukup tinggi.
Siswi Astutik yang ditemui SERU.co.id menjelaskan, pengolahan limbah ikan yang bakal dijadikan kecap tersebut melewati beberapa tahap penggarapan.
“Jadi ikan itu dari limbah kepalanya, bisa dari dagingnya kemudian ini dihidrolisis dengan enzim papain, extraknya itu yang kita bikin kecap,” seru Siswi Astutik.
Uniknya, kecap tersebut tidak menggunakan kedelai hitam sama sekali dalam pengolahan, seperti pada pembuatan kecap manis pada umumnya.
“Ini tidak ada kedelai sama sekali, bedanya dengan produk di luar itu tidak ada proteinnya, tapi di sini proteinnya lumayan tinggi, karena itu berasal dari ikan,” Jelasnya.
Hal tersebut digagas selain untuk memanfaatkan limbah ikan yang belum termanfaatkan dengan optimal, namun juga untuk alternatif penggunaan bahan baku lain selain kedelai.
“Kecap itu tidak harus memakai kedelai sekarang itu, kedelai mahalan, sehingga untuk membuat kecap yang murah itu kan sebenarnya susah sekali. Sehingga kita cari bahan dasar lain dimana kecap yang kita makan tadi itu juga gizinya akan lebih tinggi,” papar wanita berkacamata itu.
Meskipun limbah, namun pemakaian ikan harus yang masih segar. Biasanya mereka menggunakan kepala ikan yang mayoritas tidak dikonsumsi dan dibuang.
“Kasaranya dari limbah ikan, tapi harus segar dan tidak harus dagingnya. Kepala ikanpun juga bisa, sehingga kan jatuhnya lebih murah,” jelasnya.
Sejauh ini, Siwi mengaku tidak ada kesulitan sama sekali untuk memproduksi kecap manis berbahan limbah ikan tersebut. Selain bahan yang murah dan mudah didapat, pengolahannya juga mudah. Jika di kampus mereka menggunakan ingkubator dalam pembuatanya, namun kreatifitas ini juga dapat dilakukan di rumah dengan menggunakan tremos. Serta mengunakan bahan-bahan alami seperti gula merah asli yang digunakan untuk pemanisnya.
Nantinya akan melewati proses hidropolisis selama empat hari dengan susu tertentu. Dan biasanya untuk bahan, mereka berkordinasi dengan penjual ikan untuk membeli kepala ikan yang biasanya dibuang.
“Kita pakai kepala ikan tongkol, tapi bisa juga dari lele, tapi ada dagingnya ya, jadi dagingnya itu yang kita hidrolisis,” tuturnya.
Karena terhalang pandemi Covid-19, produksi dan pemasaran kecap manis berbahan dasar limbah ikan tersebut terpaksa harus berhenti. Kini mereka kembali bangkit untuk gencar kembali mempromosikanya. Dalam satu botol kemasan 140 mili, kecap itu dibandrol Rp15 ribu. Untuk sementara produksinya sendiri mereka memproduksi sesuai pesanan saja.
Selain itu mereka juga sering kali melakukan pelatihan kepada masyarakat yang meminta, biasanya pelarian produk kecap manis ikan ini dilakukan di kawasan pesisir pantai.
“Masyarakat mau dilatih, ibu-ibu PKK mau dilatih, bisa menghubungi kami. Kami akan latih, sementara produk-produk ini untuk melatih masyarakat di pedesaan dan di pesisir. Kita melatih kecap ini sampai ke Rembang, jadi daerah pesisir itu kita latih dengan pembuatan kecap ini, ” tutupnya. (ws6/ono)