Pakar UB Soroti 100 Hari Prabowo-Gibran, Kabinet Gemuk, Rupiah Melemah dan Janji yang Dilanggar

Abdul Aziz SR. (ist) - Pakar UB Soroti 100 Hari Prabowo-Gibran, Kabinet Gemuk, Rupiah Melemah dan Janji yang Dilanggar
Abdul Aziz SR. (ist)

Malang, SERU.co.id – Memasuki 100 hari kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, kritik tajam mulai bermunculan dari kalangan akademisi. Dosen Ilmu Politik Universitas Brawijaya (UB), Dr Abdul Aziz SR menyoroti tiga catatan penting yang mencerminkan arah kebijakan pemerintahan baru yang belum memenuhi ekspektasi publik. Mulai dari kabinet gemuk, rupiah melemah hingga janji impor yang dilanggar.

Aziz menilai, pembentukan kabinet besar yang dilakukan Presiden Prabowo bertentangan dengan janji kampanye terkait efisiensi pemerintahan.

Bacaan Lainnya

“Kabinet gemuk dan efisiensi itu dua hal yang tidak bertemu,” seru Aziz, Jumat (11/4/2025).

Ia menekankan, beban anggaran untuk membiayai struktur kabinet yang besar sangat membebani keuangan negara. Salah satu contohnya adalah anggaran untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dinilai terlalu besar dan menyedot porsi belanja pembangunan.

“Anggaran pembangunan bisa sangat berkurang karena terserap habis oleh belanja rutin yang tidak produktif,” jelasnya.

Poin kedua yang mendapat sorotan tajam adalah respon pasar yang dinilai negatif terhadap arah kebijakan ekonomi pemerintah. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terus merosot hingga menembus Rp17.000 disebut sebagai sinyal hilangnya kepercayaan pasar terhadap pemerintah.

“Ini lebih parah dari masa akhir Orde Baru. Pasar tidak yakin dengan pemerintahan Prabowo,” ungkap Aziz.

Ia juga menyoroti pembentukan super holding Danantara yang dinilai kontroversial. Lembaga ini diberi tugas mengelola aset BUMN dalam bentuk uang. Namun justru menciptakan ketidakpastian baru.

“Pasar melihat Danantara bukan sebagai solusi, tapi sebagai potensi masalah baru yang tak menjanjikan,” tambahnya.

Catatan ketiga yang ditekankan Aziz adalah inkonsistensi antara pernyataan Presiden Prabowo dengan kebijakan nyata di lapangan. Salah satunya terkait larangan impor yang diumumkan secara publik, namun kemudian pemerintah justru membuka keran impor tanpa kuota.

“Ini menunjukkan pola-pola lama yang diulang. Hanya copy-paste dari era Jokowi. Tidak ada pembaruan pola kepemimpinan,” kritiknya.

Lebih jauh, Aziz memperingatkan, Indonesia berpotensi menghadapi krisis keuangan serius dalam waktu dekat. Dengan anggaran negara yang menipis dan kewajiban membayar bunga utang mencapai Rp700–800 triliun. Ia menyebut, kondisi fiskal inj sangat mengkhawatirkan.

“Di saat yang sama, anggaran negara terkuras untuk kebijakan populis seperti MBG dan biaya manajemen pemerintahan yang sangat besar. Ini berbahaya bagi keberlangsungan ekonomi nasional,” ujarnya.

Menutup analisisnya, apabila situasi ekonomi tak segera membaik, bukan tidak mungkin akan berdampak pada instabilitas politik dan sosial. Ia mendesak pemerintah agar mengevaluasi secara serius kebijakan-kebijakan ekonomi yang dianggap kontraproduktif.

“Pemerintah mesti berhati-hati. Stabilitas negara dipertaruhkan bila arah kebijakan tidak segera dikoreksi,” pungkasnya. (afi/mzm)

disclaimer

Pos terkait