Dahulukan Qadha atau Puasa Syawal? Ini Penjelasan Fikihnya

Dahulukan Qadha atau Puasa Syawal? Ini Penjelasan Fikihnya
hidangan buka puasa. (foto:ist)

Malang, SERU.co.id Bulan Syawal selalu membawa semangat baru bagi umat Islam. Setelah satu bulan penuh menjalani ibadah puasa Ramadan, datanglah saat kemenangan—Idulfitri—yang juga menjadi momentum refleksi dan mempererat silaturahmi. Salah satu ibadah yang dianjurkan setelah Idulfitri adalah puasa enam hari di bulan Syawal, sebagai bentuk lanjutan dari semangat Ramadan.

Namun, di tengah semangat menambah pahala, sering muncul pertanyaan yang cukup membingungkan: bagaimana jika seseorang masih memiliki utang puasa Ramadan? Haruskah qadha diselesaikan terlebih dahulu, atau bolehkah langsung mengerjakan puasa Syawal?

Bacaan Lainnya

Puasa Syawal memiliki keutamaan besar sebagaimana dijelaskan dalam hadis dari Abu Ayyub Al-Anshari. Rasulullah SAW bersabda:

Barangsiapa berpuasa Ramadan, lalu mengikutinya dengan enam hari dari bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa sepanjang masa.”
(HR. Muslim, Tirmidzi, Ahmad)

Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa berpuasa enam hari setelah Idulfitri, maka itu menyempurnakan puasa setahun penuh, karena satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipat.” (HR. Ibnu Majah)

Hadis-hadis ini menunjukkan betapa besar pahala puasa Syawal. Tapi bagaimana jika ada kewajiban qadha Ramadan yang belum tertunaikan?

Menurut Imron Rosyadi, dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta dan tokoh Muhammadiyah, ada dua pandangan fikih yang bisa dijadikan pegangan dalam menyikapi persoalan ini:

1. Qadha Didahulukan
Pendapat ini menyatakan bahwa puasa qadha harus didahulukan, karena statusnya sebagai kewajiban syariat.

“Puasa qadha adalah utang kepada Allah yang harus segera diselesaikan. Jika ingin mendapatkan pahala puasa Syawal secara utuh, idealnya selesaikan dulu qadhanya,” jelas Imron.

2. Boleh Dahulukan Puasa Syawal
Pendapat lain memberikan kelonggaran, dengan alasan bahwa puasa Syawal memiliki batas waktu tertentu, sedangkan qadha Ramadan memiliki waktu yang lebih panjang.
Dalam istilah fikih, ini disebut “muwassa’” (luas waktunya) untuk qadha, dan “mudhayyaq” (sempit waktunya) untuk puasa Syawal.

“Inilah alasan sebagian ulama membolehkan mendahulukan puasa Syawal, terutama jika waktu yang tersedia di bulan Syawal terasa terbatas,” tambahnya seperti dilansir muhammadiyah.or.id

Imron Rosyadi menyarankan pendekatan yang bijak dan fleksibel.

“Lihat kemampuan dan situasi diri. Jika utang puasa cukup banyak dan ada kekhawatiran tak sempat mengerjakan puasa Syawal, maka boleh mendahulukannya. Namun, jika hati lebih tenang dengan melunasi kewajiban terlebih dahulu, utamakan qadha.”

Islam adalah Agama Kemudahan

Pada akhirnya, Islam adalah agama yang memudahkan, bukan menyulitkan. Keputusan untuk mendahulukan qadha atau puasa Syawal sangat bergantung pada niat, kemampuan, dan kondisi pribadi masing-masing. Yang paling penting, keduanya tetap diupayakan dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan. (*/ono)

Pos terkait