Tangerang, SERU.co.id – Sebuah pagar bambu setinggi enam meter membentang sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Kabupaten Tangerang dan memicu kehebohan. Pagar laut misterius yang berdiri tanpa izin ini menghambat akses nelayan tradisional ke wilayah tangkap, mengancam mata pencaharian ribuan warga pesisir. Anehnya, hingga kini, baik pemerintah daerah maupun pusat tidak mengetahui siapa yang membangun pagar tersebut.
Pagar ini ditemukan pertama kali berdasarkan laporan warga pada Agustus 2024, namun hingga awal 2025, panjang pagar terus bertambah. Hingga kini, pagar sudah mencakup enam kecamatan di Kabupaten Tangerang. Membentang di wilayah yang seharusnya menjadi zona pemanfaatan umum untuk perikanan dan pariwisata.
Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Miftahul Khausar menyebut, keberadaan pagar tersebut mengancam keberlangsungan hidup ribuan nelayan tradisional di Tangerang. Akses ke wilayah tangkap yang selama ini menjadi sumber utama penghidupan nelayan tertutup rapat oleh pagar misterius itu.
“Nelayan tidak dapat memasuki area yang telah dipagari, sehingga wilayah tangkap secara efektif lenyap. Nelayan kini terpaksa mencari lokasi tangkap baru yang lebih jauh, dengan biaya operasional yang meningkat tajam. Ini bukan hanya soal tambahan biaya bahan bakar, tetapi juga meningkatkan risiko keselamatan nelayan saat melaut,” seru Miftahul, Rabu (8/1/2025).
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, Eli Susiyanti mengungkap, pihaknya telah menerjunkan tim investigasi sejak laporan pertama diterima. Saat itu, pagar baru terdeteksi sepanjang 7 kilometer. Namun, setelah beberapa kali inspeksi, panjang pagar terus bertambah hingga mencapai 30,16 kilometer pada awal 2025.
“Pagar ini berada di zona perikanan tangkap, zona pelabuhan, zona pariwisata, hingga zona pengelolaan energi. Tapi tak ada satu pun pejabat, baik camat maupun kepala desa, yang memberikan izin untuk pemagaran tersebut,” ungkap Eli.
DKP bersama TNI Angkatan Laut, Polairud, Satpol PP, dan sejumlah pihak lainnya telah melakukan inspeksi gabungan. Namun, hingga kini, identitas pihak yang membangun pagar itu masih menjadi misteri.
“Kami sudah investigasi bersama tim gabungan, tetapi siapa pemilik pagar itu ‘masih belum diketahui’,” kata Eli.
Sekretaris Ditjen Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kusdiantoro menilai, pagar laut ini sebagai bentuk privatisasi ilegal di ruang laut. Ia mengingatkan, tindakan tersebut bisa berdampak negatif terhadap keanekaragaman hayati dan akses publik ke laut.
“KKP akan mendorong penyelesaian masalah ini dengan menggandeng berbagai pihak. Termasuk nelayan, pemerintah daerah, dan aparat penegak hukum, ujarnya. (aan/mzm)