Malang, SERU.co.id – Guru Besar Bidang Biologi Tanah dan Ekologi Perakaran, Prof Dr Ir Kurniatun Hairiah, menyebutkan pandemi Covid-19 dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), yang bertujuan menekan penyebaran Covid-19 di beberapa daerah, telah menurunkan konsentrasi NO2 secara signifikan. Hingga membuat terjadinya peningkatan kualitas udara di beberapa daerah, seperti di Jakarta.
“Efek Covid-19 dan PSBB ini membuat langit di beberapa daerah di Indonesia kembali berwarna biru. Hal ini tentunya karena pada umumnya pandemi Covid-19 banyak terjadi di daerah dengan tingkat polusi udara yang tinggi,” ungkap Kurniatun, dalam Webinar Series 1 bertajuk Rakyat, Ekologi dan Ketahanan Pangan dalam Menghadapi Pandemi.
Kurniatun menjelaskan, berdasarkan data dari WHO, pengurangan jumlah traffic di beberapa daerah seperti di Wuhan Cina 11 juta orang yang terkena lockdown, menurunkan konsentrasi NO2 secara signifikan. “Berdasarkan peta satelit, efek lockdown bisa dilihat pada perbedaan warna langit pada pada bulan Januari dan Februari. Jika pada Januari warna langit berwarna oranye atau merah, maka pada bulan Februari warna langit sudah menjadi biru,” bebernya.

Di satu sisi, dampak lockdown dan pembatasan sosial akibat Covid-19 menyebabkan terjadinya penurunan pertumbuhan ekonomi. “Pembatasan sosial/fisik di beberapa daerah menyebabkan terjadinya pengangguran besar-besaran di kota. Sedangkan di desa, masyarakat biasanya bisa survive meskipun produksi pertanian menurun mencari pekerjaan di kota. Sayangnya saat ini di kota juga terkena pembatasan sosial. Mereka semakin tertekan,” masygulnya.
Ditambah lagi, saat ini bantuan pemerintah untuk pertanian lebih banyak digunakan untuk penanganan Covid-19. “Untuk mendukung ketahanan pangan selama masa pandemi Covid-19, pemerintah perlu memperketat pengawasan terhadap penimbunan bahan pokok dan pendistribusian pangan secara merata hingga ke daerah terpencil, serta menjaga stabilitas harga pangan,” imbuhnya.
Sedangkan untuk menjaga stabilitas pertanian berkelanjutan, diperlukan sebuah kebijakan untuk melindungi rumah tangga pertanian. “Seperti memutus rantai bisnis dengan tengkulak,” tandasnya.
Senada dengan Kurniatun Hairiah, Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Pertanian (FP) Dr Sujarwo, SP, MP menambahkan, peran pemerintah dibutuhkan untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Pasalnya, ketahanan pangan tidak bisa diserahkan hanya pada masyarakat, tapi juga ada peran pemerintah dalam hal ini. “Peran pemerintah bisa dilakukan, contohnya dengan membeli hasil panen petani pada bulan Maret – Mei, ataupun memanfaatkan hasil pada sektor perikanan yang biasanya didistribusikan untuk ekspor,” terangnya.
Menurutnya, proyek kemanusiaan untuk menjaga ketahanan pangan nasional harus dilakukan di semua sektor, baik pada bidang perikanan, peternakan, ataupun pertanian. “Pemerintah harus membeli hasil panen warga dan bukan sektor swasta. Hal ini untuk semata-mata untuk menjaga pendistribusian pangan di seluruh wilayah Indonesia,” tandasnya. (rhd)