Dua Professor FMIPA UB, Usung Temuan Partikulat dan Geothermal

Kota Malang, SERU – Lagi-lagi Universitas Brawijaya (UB) kembali mengukuhkan profesor tiap bulannya. Bahkan dalam bulan Oktober ini, UB menelorkan empat profesor dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), dua di awal bulan dan dua lagi di akhir bulan. Kali ini, giliran Drs Arinto Yudi Ponco Wardoyo MSc PhD dan Sukir Maryanto SSi MSi PhD, dikukuhkan di Gedung Widyaloka UB, Rabu (30/10/2019).

Drs Arinto Yudi Ponco Wardoyo MSc PhD merupakan profesor ke-19 di FMIPA dan ke-249 di UB. Dia merupakan profesor bidang dalam Bidang Ilmu Fisika Lingkungan. Dalam orasi ilmiahnya, Arinto mengangkat judul “Pembakaran Biomassa: Emisi Partikulat Dan Dampak Kesehatan”. Dalam paparannya, Arinto menjelaskan tentang dampak pembakaran biomasa bagi tubuh.

Bacaan Lainnya
Drs Arinto Yudi Ponco Wardoyo MSc PhD, menyampaikan orasinya. (rhd)

Menurutnya, pembakaran biomasa hasil kebakaran hutan, pembakaran sisa hasil pertanian, pembakaran kayu, dan pembakaran sampah biomasa yang saat ini semakin marak di berbagai belahan dunia, temyata berakibat buruk bagi tubuh. “Yang kita amati partikulat atau padatan dan cairan yang tersuspensi di udara serta gas hasil dari pembakaran dari pembakaran biomassa, jika terserap ke dalam tubuh menyebabkan terjadinya kerusakan sel pada organ, seperti paru-paru, darah merah, ginjal, dan hati,” terang Arinto.

Tingkat kerusakan organ sebanding lurus dengan dosis konsentrasi partikulat. Semakin besar dosis konsentrasi partikulat yang diberikan semakin besar kerusakan pada organ. Namun, semakin kecil partikulat, maka semakin mudah masuk ke dalam jaringan tubuh. “Ada 12 ribu partikulat dimana 6 ribu partikulat masuk kategori berbahaya. Dampak kebakaran itu ISPA 20 persen, san lainnya, hingga kematian 2-3 persen,” seru Arinto.

Misalnya, melalui proses pernafasan, partikulat ultrafine dapat menembus aveoli hingga sistem peredaran darah. Sementara partikulat yang tertinggal di paru-paru akan bereaksi dan menyebabkan kerusakan pada jaringan epitel paru-paru. “Padahal zat yang terkandung dalam partikulat berperan dalam pembentukan reactive oxygen series yang menyebabkan terjadinya inflamasi pada paru. Pun penyebab terjadinya kerusakan sel darah merah, dan deformasi pada sel ginjal, seperti penyempitan dan pelebaran sel tubulus, serta melebamya area kapsul Bowman,” beber Arinto.

Sementara itu, Sukir Maryanto SSi MSi PhD, merupakan professor ke-20 di FMIPA dan ke-250 di UB, sekaligus professor dalam bidang Ilmu Vulkanologi dan Geothermal. Sukir mengusung judul “Pengembangan Sistem Monitoring Terintegrasi Untuk Mitigasi dan Eksplorasi Volcano Hosted Geothermal“. Sukir menjelaskan tentang potensi geothermal. Dimana potensi Geothermal bisa digunakan sebagai salah satu sumber energi.

Sukir Maryanto SSi MSi PhD, menyampaikan Volcano Hosted Geothermal. (rhd)

Menurutnya, penggunaan energi geothermal pada umumnya dibedakan dalam 2 kategori, yakni penggunaan secara langsung (direct use) dan penggunaan secara tidak langsung (indirect use). “Pemanfaatan langsung merupakan kegiatan pengusahaan pemanfaatan panas bumi secara langsung tanpa melakukan proses pengubahan dari energi panas dan/atau fluida menjadi jenis energi lain untuk keperluan non listrik.

Pemanfaatan energi geothermal secara langsung hanya dapat dilakukan di dekat lokasi sumber panas bumi. Pemakaian langsung energi geothermal seperti untuk memasak, pengobatan, serta ritual. “Di Jawa Timur, terdapat beberapa tempat wisata pemandian air panas yang merupakan manifestasi dari energi geothermal. Kami menempatkan di Cangar. Selain dimanfaatkan pada sektor pariwisata, energi geothermal juga dapat dimanfaatkan pada bidang industri,” terangnya.

Sukir menambahkan, potensi geothermal di Indonesia sekitar 40% di dunia, ternyata 80% nya merupakan Volcano Hosted Geothermal (VHG) yakni geothermal yang berasosiasi dengan gunung api, sehingga tidak hanya perlu dieksplorasi tapi juga dimonitor untuk mitigasi bencananya, agar pemanfaatan energi geothermalnya menjadi lebih terjamin keamanan dan keberlanjutannya. “Alat temuan kami harganya lebih murah berkali-kali lipat dibawah produk sejenis. Sehingga memudahkan untuk ditempatkan di beberapa gunung berapi. Menggunakan sistem kontinu dan portabel, sehingga terintegrasi untuk memudahkan monitoring dalam mitigasi,” terang Sukir.

Diakuinya, riset dilakukan sejak 2009, dan masih harus riset kontinu. Kami belum patenkan per komponen seluruhnya. Karena kami akan menggunakan sensor yang lebih luas jangkauannya. Targetnya, setelah dipaten akan dikembangkan dalam Seismometer, dan alat turunan lainnya. Pengembangan lainnya, energi geotermal (panas bumi) untuk memanaskan air, sehingga potensi gempa karena geotermal bisa dipindah energikan,” tandas Sukir. (rhd)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *